Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kasus penegakan diagnosa jenazah pasien suspek Covid-19 kembali dipersoalkan oleh keluarga. Informasi yang diperoleh, peristiwa ini terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan, Jumat (24/7/2020) siang.
Aksi penolakan keluarga ini pun dengan cepat tersebar di media sosial (medsos). Di mana terlihat, pihak keluarga beranggapan bahwa penyebab pasien meninggal bukan karena Covid-19, sehingga mereka mau agar jenazah almarhum dapat dikebumikan dengan layak.
Kasubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan Edison Perangin-angin yang dikonfirmasi membenarkan adanya protes keluarga terkait penegakan diagnosa ini. Namun Edison menegaskan, jika saat ini pihak keluarga sudah koperatif dan menerima proses pemulasaran jenazah sesuai protokol Covid-19.
"Iya benar. Tapi sudah tidak ada masalah, dan keluarga sudah menerima," ungkapnya kepada wartawan, sore.
Menurut Edison, keluarga juga sudah koperatif setelah diberikan penjelasan oleh pihak kepolisian dan ada diantara keluarga yang memahami. Namun untuk lebih lanjut, Edison mengaku tidak begitu mengetahui pasti.
"Karena tugas rumah sakit sesuai peraturan adalah sampai pemulasaran. Setelah itu kita serahkan ke penyidik," jelasnya.
Disinggung soal hasil pemeriksaan yang dilakukan, Edison mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, dokter memang mengindikasikan pasien sebaga suspek Covid-19. Edison juga menerangkan, pasien sempat mendapatkan perawatan (isolasi) di rumah sakit milik Pemko Medan ini selama sekitar dua hari.
"Tetapi memang hasil swabnya belum keluar, karena pasien sudah terlebih dahulu meninggal. Hanya saja indikasi dokter mengarah ke Covid-19 dengan komorbid kalau tidak salah adalah pneumonia," terangnya.
Kejadian yang hampir sama juga terjadi di RS rujukan darurat Covid-19 RSU Martha Friska Multatuli. Di rumah sakit ini, protes keluarga yang terekam dan beredar di sosial media, terjadi karena seorang anak terlihat marah-marah lantaran tidak terima orangtuanya divonis sebagai pasien Covid-19.
Direktur RS Martha Friska, dr Fransiscus Ginting yang dikonfirmasi wartawan menerangkan, bahwasanya pasien yang yang dimaksud merupakan rujukan dari rumah sakit swasta dengan diagnosa suspek Covid -19 dan gejala pneumonia berat. Sehingga terhadap pasien telah dilakukan perawatan lebih kurang tiga hari.
"Hasil swab pertamanya menunjukkan PCR negatif. (Namun terhadap) pasien Covid-19 harus dilakukan dua kali swab untuk penegakkan diagnosa, dan bila salah satu positif disebut Covid-19 terkonfirmasi," terangnya.
Dia melanjutkan, karena pasien baru satu kali swab yang hasilnya negatif, maka diagnosanya adalah probable Covid-19. Karena menurut dia, bisa saja swab yang kedua ketika dilakukan hasilnya adalah positif.
"Kita sudah edukasi dan berbicara kepada keluarga pasien sampai tengah malam. Pasien yang masuk ke RS Martha Friska adalah pasien berat rujukan rumah sakit lainnya, dan keluarga pasien telah menandatangani surat pernyataan yang menyatakan bila pasien meninggal maka pemakaman (akan dilakukan) sesuai dengan pasien Covid-19," ujarnya.
Franssiscus menyebutkan, begitu juga dengan pasien yang meninggal dengan gejala Covid -19, bila hasil swab belum selesai keluar, maka diagnosanya adalah pasien probable Covid-19 dan pemakaman sesuai alur pasien covid sesuai dengan buku petunjuk pelaksanaan kemenkes terbaru.
"Semua boleh marah, memaki dan mengancam kami yang bekerja 24 jam merawat pasien, dan kami hanya diam. Apakah ini adil, Tuhan yang tau, kami akan tetap bekerja melayani pasien kami," ucapnya.