Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Labusel. Setelah beristirahat 2 malam di Kantor PW NU Sumatra Selatan di Kota Palembang, pagi tadi rombongan petani Kecatam Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, melanjutkan aksi jalan kaki ke Istana Negara menemui Presiden Jokowi, Senin (27/7/2020), untuk mengadukan pengusiran dari tanah dan rumah mereka oleh PTPN 2. Para petani tergabung dalam Serikat Petani Simalingkar Bersatu dan Serikat Tani Sei Mencirim.
Para petani dilepas pengurus PW NU Sumatra Selatan, serta doa-doa para kyai menyertai perjalanan perjuangan para petani."Tadi kami berangkat didoain para kiyai dan tadi malam juga mereka mengadakan doa bersama," ujar kordinator aksi, Aris Wiyono kepada medanbisnisdaily.com via WhatsApp.
Kata Aris Wiyono, pagi tadi para petani sudah berada di atas Jembatan Merah Kota Palembang dan terlihat bugar, tidak ada tanda-tanda lelah serta terus bergerak maju menuju masa depan baru, yaitu masa depan tanpa penjajahan, tanpa penindasan, masa depan yang adil dan beradap, masa depan yang penih keadilan sosial bahi seluruh petani dan rakyat Indonesia. "Kami dikawal terus oleh Walhi, KPU dan NU Palembang sampai ke pebatasan," ujar Aris Wiyono.
BACA JUGA: Seminggu Pulihkan Tenaga di Riau, Aksi Jalan Kaki Petani Deli Serdang ke Istana Negara Dilanjutkan
Menurut Aris Wiyono, hari ini merupakan hari yang ke-32 mereka melakukan aksi jalan kaki dan sudah menempuh 1.100 km. Namun, lagi-lagi pemerintah daerah dan aparat Kepolisian serta PTPN2 Tanjung Morawa, Sumatera Utara ini terus menerus meneror petani Simalingkar di lokasi dengan surat somasi kepada petani dan ancaman-ancaman melalui preman dan juga dengan cara-cara lain agar petani segera mengosongkan rumah dan ambil uang kerohiman.
Meskipun diteror, aksi petani yang sedang jalan kaki mencari keadialan tetap semangat dan petani yang berada dilokasi pertanian sudah sepakat bubarkan PTPN2 dan mengusir PTPN2 dari lokasi.
"Tanah kami adalah harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, sudah cukup penderitaan kami dijajah oleh PTPN2 sejak tahun 1971. Cukup kami yang merasakan penderitaan ini, tidak untuk anak cucu kami ke depannya," jelas Aris,