Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 bisa terkontraksi hingga ke level -5,08%. Sementara untuk kuartal II-2020 diproyeksi -1% hingga positif 1,2%, dan di kuartal IV-2020 positif 1,6% hingga 3,2%.
Namun, menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan P Roeslani, pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 berpotensi tetap mengalami kontraksi apabila realisasi program pemulihan ekonomi (PEN) baik di sektor kesehatan maupun di dunia usaha masih berjalan lambat.
"Apabila implementasi dari kebijakan ini masih lambat, sangat terbuka sekali kita akan mengalami pertumbuhan minus atau kontraksi di kuartal III-2020 ini dan ini akan menjadi beban yang sangat berat buat kita," kata Rosan dalam webinar KTT Indef, Selasa (28/7/2020).
Ia pun menyinggung kekesalan yang sempat dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan lambatnya realisasi PEN dari anggaran Rp 695 triliun, baru terserap 19% atau Rp 135 triliun.
"Oleh sebab itu dapat dimengerti Bapak Presiden mengutarakan kekecewaannya karena ya implementasinya menjadi sangat lambat, dan cost untuk recovery akan menjadi lebih besar untuk kita semua," ujar dia.
Ia mengatakan, di Indonesia saat ini kurva perekonomian di Indonesia dalam periode new normal berbentuk M. Artinya, aktivitas ekonomi berulang kali mengalami buka-tutup karena penyebaran COVID-19 yang masih tinggi.
"Mungkin di beberapa daerah sudah buka, kemudian ada penyebaran lagi ditutup lagi, lalu dibuka lagi. Jadi ini mencerminkan bahwa perekonomian kita masih tergantung pada sektor kesehatan, sehingga keadaan beberapa daerah kita bisa tutup-buka, tutup-buka apabila terjadinya penambahan yang kita tidak inginkan," urainya.
Oleh sebab itu, ia menegaskan kedua sektor tersebut, yakni kesehatan dan dunia usaha harus ditangani secara bersamaan.
Selain itu, ada indikator yang juga harus mulai diperbaiki untuk menjaga perekonomian Indonesia, yakni investasi. Selain memulai pembangunan kawasan industri Batang, Jawa Tengah, menurut Rosan pemerintah juga harus gencar melakukan reformasi regulasi untuk mempermudah segala administrasi dunia usaha yang berdampak langsung pada pertumbuhan investasi.
"Regulasi di dunia usaha sangat banyak. Di pusat saja ada 8,848 peraturan, Peraturan Menteri ada 14.815 peraturan. Apabila kita ingin mendorong pertumbuhan kita dengan mendorong investasi yang sangat sulit sekarang ini, apalagi ditambah regulasi yang sangat banyak di Indonesia, ini akan membuat kita tidak menjadi pilihan utama," terang dia.
Ia khawatir, jika reformasi tersebut tak dilakukan, maka ribuan perusahaan yang ingin merelokasi pabrik dari China justru lari ke negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
"Kurang lebih ada 1.000 perusahaan AS yang akan keluar dari China, Eropa juga banyak yang akan keluar, Jepang justru memberikan insentif Rp 2 triliun kepada perusahaan yang keluar dari China. Dan mereka melirik negara-negara ASEAN, Bangladesh, China, dan Indonesia harus mengejar ketertinggalan kita. Jangan sampai nanti sama mereka pindahnya ke Thailand, Vietnam, Malaysia," pungkasnya.(dtf)