Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Drama kisah pelarian sang buronan kelas kakap bernama Djoko Tjandra membuktikan kepada kita bahwa betapa masih bobroknya moral aparat penegak hukum dan amburadulnya supremasi penegakan hukum di republik ini. Sandiwara ini akan masih terus berlanjut dan kayaknya akan membuka tabir betapa busuknya mental banyak oknum aparat pemerintah dan penegak hukum kita yang seolah semua lini bisa dibeli dengan uang.
Bayangkan, 3 jenderal polisi dinonaktifkan dari jabatannya karena duduga terlibat memuluskan pelarian Djoko Tjandra. Seorang jaksa dari institusi Kejaksaan Agung kepergok pernah ketemu di Singapura dengan sang buronan, dan ditengarai pula ada oknum hakim yang memutuskan praperadilan Djoko Tjandra terlibat. Dan bukan gak mungkin pula ada elite politik yang terlibat melindungi persembunyian sang buronan kasus terpidana dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar ini.
Bobroknya Mental Aparat Kita
Kita tentu masih ingat ketika publik dikejutkan dengan khabar kemunculab Djoko Chandra tatkala dia mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Konon khabarnya Djoko Tjandra yang datang langsung mendaftarkan langsung PK tersebut ke PN Jaksel pada 8 Juni 2020 bersama pengacaranya. Bagaimana tidak, narapidana pengemplang uang negara yang sudah buron selama 11 tahun lebih ini bebas melenggang melakukan upaya perlawanan hukum terhadap kasus yang menjerat dirinya dengan langsung mendatangi kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Belakangan, setelah kemunculan sang buronan negara ini menjadi perbincangan publik, barulah terkuak siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam kelancaran persembunyian dan pelarian Djoko Tjandra. Sebut saja misalnya Lurah Kelurahan Grogol Selatan yang dengan gampangnya menerbitkan e-KTP Djoko Tjandra, yang kemudian akhirnya sang lurah dicopot setelah masalah ini terkuak.
Kemudian ternyata belakangan terbongkar adanya keterlibatan beberapa petinggi Polri dalam upaya memuluskan proses pelarian Djoko Tjandra. Di antaranya 3 jenderal polisi aktif yang diduga membantu buronan kelas kakap kasus Bank Bali tersebut dengan memberikan surat jalan. Akibatnya, tiga jenderal polisi tersebut harus menanggung akibatnya dengan dicopot dari jabatannya.
Tidak berhenti di situ, kererlibatan oknum jaksa dari Kejaksaan Agung juga belakangan terkuak. Nama Pinangki Sirna Malasari, seorang jaksa yang sedang menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II ketahuan bertemu Djoko Tjandra di luar negeri. Belakangan Jaksa Pinangki juga dicopot dari jabatannya.
Hikma yang Bisa Diambil
Di tengah pesimisnya rakyat Indonesia terhadap penegakan supremasi hukum di negeri ini, setidaknya kita masih berharap momen drama kasus Djoko Tjandra ini menjadi tamparan, sekaligus kesempatan untuk dipergunakan melakukan bersih-bersih di semua institusi negara, utamanya lembaga penegak hukum, mulai dari Polri, Kejaksaan dan Kehakiman.
Saya melihat institusi Polri lewat ketegasan Kapolri dan Kabareskrim, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mencopot 3 jenderal Polri yg diduga terlibat membantu proses pelarian Djoko Tjhandra. Semoga institusi penegak hukum yang lain mengikuti ketegasan Kapolri dalam menertibkan dan menindak anggotanya yang terlibat meski itu berpangkat perwira ringgi. Semoga!
====
Penulis Aktivis '98
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]