Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com – Kisaran. Seorang warga Kabupaten Asahan bernama Juliandi (46) terpaksa hidup dalam keterpasungan oleh keluarganya lebih dari dua puluh tahun lamanya akibat gangguan kejiwaan. Pria yang kini berusia hampir setengah abad itu terpaksa mengalami demikian karena ketiadaan ekonomi dan tak pernah mendapatkan perawatan gangguan mental sama sekali.
Juliandi tinggal di Jalan Merak Lingkungan VII, Kelurahan Lestari, Kisaran, Kabupaten Asahan. Dua puluh tahun silam, sebelum mengalami pemasungan ia kerap mengganggu tetangga dan orang lain yang melintas di rumahnya dengan mengejar hingga melempar.
Karena tak ingin menyusahkan tetangga atas kondisi yang dialami Juliadi, oleh pihak keluarga terpaksa dipasung dan dibelakang rumah mereka. Saat ini, ia masih dirawat oleh orang tuanya bernama Supianto yang sudah tua berusia 70 tahun.
Hari – hari Supianto yang merupakan pensiunan dari perusahaan PT Kereta Api merawat dengan sabar anaknya itu memberi makan, minum dan menggantikan pakaian. Saat ini kondisi keduanya butuh bantuan dan perhatian dari Pemerintah.
“Terpaksa begini (dipasung). Kalau enggak nanti menggangu tetangga menyerang orang lain,” kata Supianto saat berbincang bersama wartawan, Rabu (5/8/2020).
Sebelum mengalami pemasungan, Supianto berkisah anaknya itu dikenal sebagai sosok yang aktif bahkan berprestasi tertutama dalam hal keagamaan. Ia kerap menjadi juara dalam perlombaan azan, hingga MTQ tingkat desa saat masih sekolah. Ketika itu, anaknya masih tinggal bersama kakek neneknya (orang tua Supianto) di Kecamatan Air Joman.
Kondisi berubah, setelah anak lelaki mereka gemar mencoba, dan mempelajari dan membaca hal – hal aneh bersama teman sekolahnya. Sejak itu, Juliandi semakin agresif dan mulai menyerang orang yang dekat dengannya seperti melempar hingga mengejar.
Pernah seketika, saat usia Juliandi 22 tahun mendapatkan perawatan di salah satu rumah sakit Jiwa di Medan. Namun tak bertahan lama karena ketiadaan biaya pengobatan keluarganya. “Kakinya di rantai besi. Supaya gak lecet ini kami lapisi karet ban,” kata orang tua Juliandi lagi.
Jika lapar dan haus, anaknya itu akan memanggil bapaknya yang seketika akan datang memberikan makan. Kini, Juliandi sangat mengharapkan bantuan dari pihak yang ingin tergerak membantu membawa anaknya itu mendapatkan perawatan layaknya orang yang mengidap gangguan jiwa.