Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Bonus produksi dari PT Sarulla Operation Limited ( SOL), pengelola tambang panas bumi (geothermal) di Pahae kepada Kabupaten Tapanuli Utara sebagai pemilik kekayaan perut bumi, mulai dipertanyakan masyarakat.
"Sebagai perusahaan yang mengelola panas bumi di Taput, yang pasti mereka memperoleh keuntungan sangat besar. Investasinya, tentu berharap adanya kepastian keuntungan. Tidak mungkin investasi dihadirkan tanpa keuntungan,"kata pemerhati kebijakan publik di Tapanuli Utara, James E Simorangkir kepada medanbisnisdaily.com , Kamis ( 6/8/2020).
James menandaskan, kehadiran sebuah perusahaan tambang selalu diatur menurut ketentuan undang-undang yang mencakup izin operasional dan kelanjutan kegiatan bisnisnya.
"Nah, dalam konteksnya, masyarakat selalu berharap adanya perubahan yang lebih baik bagi kehidupan rakyat di lingkar tambang. Itu sesungguhnya menjadi tolok ukur keberhasilan kehadiran perusahaan tambang di suatu daerah ,"tuturnya.
"Harus diuji apakah kehadiran PT SOL telah menghadirkan manfaat bagi rakyat terutama masyarakat di lingkar tambang (Pahae)," ujar James lagi.
Kedua, kawasan hutan disekitarnya juga harus diteliti dari dampak lingkungan dari operasional PT. SOL. Pengelolaan tambang seperti ini selalu akan teruji dan diuji amdalnya. "Ketika PT SOL memulai aktivitasnya, harus memulai analisa dampak lingkungan. Kita ingin tahu, apakah amdalnya sesuai dengan realitas yang ada sekarang," urainya.
James melanjutkan, terminologi kepentingan nasional di pusaran pertambangan di rezim Orde Baru, nyatanya lebih mengedepankan kepentingan kapitalisme. Di era sekarang mestinya kepentingan nasional itu wajib memakmurkan rakyat sebanyak-banyaknya. Negara harus melindungi kepentingan rakyat.
"Lantas, terhadap kewajiban perusahaan kepada daerah, jangan pula PT SOL berpikir dengan angka minimal, tetapi harus memberikan kontribusi maksimal dalam bentuk dividen, bonus produksi, CSR atau sejenisnya," ujarnya.
"Yang tidak kalah penting, apakah misalnya Pemda mengetahui keuntungan PT SOL. Maka, sangat perlu transparansi, menjelaskan laba bersih perusahaan," tandasnya lagi.
James pun mengharapkan Pemkab Taput cerdas dalam bersikap, terutama dalam menggulirkan kontribusi PT SOL itu, untuk pembangunan ditengah-tengah rakyat terutama di sekitar tambang.
Sikap terbuka terhadap kontribusi PT SOL ini, akan membuka ruang kepada masyarakat melakukan penilaian apakah jumlah kontribusi itu memadai, etis dan manusiawi.
James melanjutkan, Taput harus belajar dari keberhasilan banyak daerah, bahwa kehadiran perusahaan tambang yang mengelola potensi dari perut buminya harus memberi dampak kesejahteraan dan kehidupan ekonomi yang lebih manusiawi.
James juga menyinggung mengenai ketenagakerjaan, terkait serapan penduduk lokal menjadi tenaga kerja. Apakah ketentuan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan diberlakukan atau diindahkan, atau malah jauh dari apa yang diatur dari ketentuan tersebut.
"Sesungguhnya, ikatan kontrak kerja karyawan PT SOL harus diketahui Dinas Tenaga Kerja Pemkab Taput. Karena jika ada masalah ketenagakerjaan, Pemkab Taput harus bisa melindungi dan tidak bisa lepas tangan. Pemkab harus menjadi tempat perlindungan tenaga kerja, agar ada jaminan keselamatan, kesehatan, asuransi dan tunjangan kesejahteraan lainya," tuturnya.
Karena dalam konteks moral sambung James, perusahaan semestinya tidak semata-mata menggaji karyawan dengan standar upah minimum. Itu hanya ikut aturan normal. Maka diharapkan dalam konteks moral itulah, PT Sol dapat memberikan gaji, intensif dan tunjangan yang memadai kepada karyawan, terutama penduduk lokal.
James juga menyinggung penggunaan terminologi bonus produksi yang dirasakan kurang pas. "Karena apa, karena potensi dasar dari operasional PT SOL adalah kekayaan bumi Tapanuli Utara yang semestinya menjadi saham rakyat Taput yang hasil dividennya digunakan untuk pembangunan dan sebesarnya-besarnya untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya .
"Pemkab Taput dan rakyat bukan karyawan di SOl. Sesungguhnya menjadi pemegang saham atau stake holder, bukan malah di bonus produksi,"kata James.
"Jadi bukan bonus atau sumbangan. Itu seolah-olah kita meminta minta. Masalahnya, geothermal itu berasal dari perut bumi Tapanuli Utara loh. Jadi Pemda ( Bupati dan DPRD) harus tegas menjalankan undang-undang dan peraturan yang berlaku terhadap kehadiran suatu perusahaan tambang berskala besar, termasuk transparansi pemanfaatan bonus itu sendiri,"kata James.
Diketahui, PT. Sarulla Operation Limited, , hingga triwulan ke empat 2018, telah membayarkan kewajiban bonus produksi kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara sebagai daerah penghasil, senilai Rp 15 miliar.