Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi memimpin sidang Dewan Keamanan (DK) PBB 2020 secara virtual. Retno mengatakan sidang itu membahas soal keterkaitan antara kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir saat pandemi Corona.
Pertemuan dilakukan secara terbuka ini dihadiri oleh Direktur Eksekutif UN Office of Drugs and Crime (UNODC), Under Secretary General, United Nations Office of Counter-Terrorism (UNOTC), dan seluruh anggota DK PBB. Acara berlangsung pada Kamis (6/8) malam kemarin.
"Tadi malam sebagai presiden DK PBB bulan Agustus, saya memimpin Sidang DK secara virtual yang membahas keterkaitan antara penanggulangan terorisme dan kejahatan terorganisir," kata Retno dalam telekonferensi pada Jumat (7/8/2020).
Retno menjelaskan kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir merupakan sebuah fenomena baru yang menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional khususnya di masa pandemi COVID-19. Dia menekankan agar perang melawan pandemi Corona jangan sampai menyurutkan upaya dalam mengatasi ancaman terorisme.
"Dalam pernyataan nasional, Indonesia menekankan bahwa perang terhadap pandemi tidak boleh menyurutkan upaya kita dalam mengatasi ancaman terorisme," ujar Retno.
Menurut Retno, dalam resolusi DK PBB nomor 2532 terkait COVID-19 juga dituliskan agar semua pihak tidak menyerukan gencatan senjata terhadap ancaman terorisme. Dia mengatakan jangan sampai situasi pandemi saat ini menjadi kesempatan bagi kejahatan terorisme untuk memperkuat diri.
"Hal ini sejalan dengan resolusi DK PBB nomor 2532 terkait COVID-19 yang serukan gencatan senjata selama pandemi kecuali untuk memerangi terorisme. Kita tidak ingin melihat bahwa pandemi justru berikan 'kondisi kondusif' bagi terorisme untuk memperkuat diri," ujar Retno.
Dalam kesempatan tersebut, Retno pun menyampaikan tiga hal utama guna mengantisipasi keterkaitan terorisme dan kejahatan terorganisir. Pertama, menurutnya, perlu adanya penyesuaian kebijakan dalam menangani keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir.
"Jadi intinya kebijakan di dalam menangani keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganiasir perlu disesuaikan mengingat upaya yang dilakukan selama ini berjalan sendiri-sendiri dalam mengatasi kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir sehingga harus diubah. Sinergi antara aparat dan penegak hukum juga harus dilakukan," kata Retno.
Kedua, Retno mengatakan perlunya memperkuat infrastruktur hukum dan institusi. Menurutnya, instrumen hukum internasional terkait dua kejahatan itu perlu diimplementasikan dalam hukum nasional sebuah negara.
"Instrumen hukum internasional terkait dua kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir harus dicerminkan dalam hukum nasional negara. Hal ini akan memperkuat kapasitas hukum nasional dalam mengatasi keterkaitan tersebut. Selain itu kapasitas penegak hukum dalam mengatasi fenomena keterkaitan ini juga harus ditingkatkan," tegas Retno.
Terakhir, Retno mengatakan, perlu ada penguatan mekanisme antar negara dalam merespon dua kejahatan itu. Dia juga menekankan adanya sinergi antara organisasi Kawasan dan organisasi internasional.
"Selain itu sinergi antara organisasi kawasan dan organisasi internasional menjadi sebuah keniscayaan dalam mengatasi nexus ini. Ini dapat dilakukan melalui tukar menukar informasi, praktek terbaik khususnya terkait kekhususan setiap Kawasan," tutur Retno.(dtc)