Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kapolda Sumut, Irjen Pol Martuani Sormin diminta untuk mencopot Iptu Martua Manik dari jabatannya sebagai Kasat Reskrim Polres Nias. Pasalnya, Martua Manik dituding enggan memproses laporan yang diajukan oleh Sozano Waruwu alias Soza atas terlapor, Satiaro Waruwu alias Ama Kiri selaku Kepala Desa (Kades) Hilihambawa Kecamatan Botomuzoi Kabupaten Nias, dalam kasus dugaan penganiayaan dan kepemilikan senjata tajam.
Selain itu, KBO Reskrim Polres Nias, Ipda Yafao N Lase juga diminta agar dicopot dari jabatannya. Laporan Sozu sendiri diterima polisi dengan Nomor: STPLP/193/VI/2020/NS tertanggal 8 Juni 2020.
"Kami memohon kepada Bapak Kapolda Sumut agar mencopot Martua Manik dan Yafao N Lase dari jabatannya. Karena Yafao disinyalir merupakan paman sepupu dari terlapor (Satiaro). Kami juga memohon agar dilakukan pemeriksaan pendahuluan kepada Martua Manik di Bidang Propam Polda Sumut," ujar kuasa hukum Soza, Marthin Anugerah Halawa SH dan Jon Efendi Purba SH MH, Minggu (9/8/2020) siang.
Hal itu disampaikan setelah kuasa hukum Soza mengirim pengaduan masyarakat (dumas) permohonan pemeriksaan pendahuluan/kepastian hukum ke Polda Sumut pada, 7 Agustus 2020. Dumas ini bukan pertama kali ini Soza kirim ke Polda Sumut.
Menurut Marthin, dalam penanganan laporan kliennya, Iptu Martua Manik tidak beranalisasi secara objektif. Tetapi, disinyalir beranalisa secara subjektif.
"Bahkan, saat pemeriksaan dan penahanan, kuping sebelah kiri klien kami sempat dihekter hingga berdarah oleh penyidik," imbuh Marthin.
Di sisi lain, Soza dan pamannya, Faobaziduhu Waruwu alias Ama Heni juga dilaporkan oleh Satiaro. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan. Bahkan, paman dan ponakan itu kini telah menjalani persidangan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sitoli.
"Kami mohon agar Bapak Kapolda Sumut untuk membentuk tim dari Propam agar turun ke Polres Nias untuk mengawasi laporan yang diajukan Soza. Karena hukum materil sudah duduk dan biarkan hukum formil ditentukan oleh pengadilan," pungkas Marthin.
Bahkan, Marthin menjelaskan, jaksa dan majelis hakim PN Gunung Sitoli yang mengadili perkara terdakwa Soza, sudah mengetahui bahwa Satiaro telah dilaporkan dalam kasus sama.
"Demi keadilan dan kemanusiaan bagi warga Pulau Nias, kami mohon Polda Sumut tidak meng-SP3 kan laporan Soza. Kami juga mohon agar Satiaro Waruwu alias Ama Kiri ditetapkan sebagai tersangka dan berkas perkaranya segera dilimpahkan ke Kejari Nias," tutur Marthin.
Diterangkan Marthin, dalam penanganan kasus itu, penyidik Polres Nias melakukan pemeriksaan saksi yang meringankan sebanyak 7 orang. Mereka semua merupakan sepupu dari terlapor (Satiaro).
"Hal ini melanggar Pasal 168 KUHAP. Seharusnya, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang ada di TKP. Kami juga minta penyidik untuk menambahkan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951, terhadap laporan klien kami. Karena dari pinggang terlapor didapati senjata tajam (pisau)," terangnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Nias, Iptu Martua Manik mengaku pengaduan pihak Soza ke Propam Polda Sumut merupakan haknya. Dia mengklaim sudah menjalani tugas sesuai prosedur.
"Biar saja mereka melaporkan, itu hak mereka. Kita sudah siap nanti menjelaskan di Propam. Namun, pastinya kita bekerja sudah on the track dan sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur)," jawab Martua Manik saat dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, via telepon seluler.
Kasus ini berawal dari saling tegur antara Soza bersama Ama Heni dan Sokhifefu Gulo alias Ama Fika dengan Satiaro Waruwu selaku Kades Hilihambawa. Namun anehnya sang kades malah mengeluarkan kata-kata kotor hingga terjadi perselisihan dan penganiayaan hingga kedua belah pihak saling melapor.