Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Salah satu bank terbesar di dunia HSBC Holdings tengah diambang kebingungan untuk keputusan ke mana arah bisnisnya berjalan. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin memanas ketika AS menyeret HSBC untuk berada di kubu mereka.
Dikutip dari CNN, Rabu (12/8/2020) pendiri perusahaan platform keuangan Schulte Research, Paul Schulte sikap agresif AS terhadap HSBC jelas akan membuat China marah. Pasal pemasukan 80% HSBC berasal dari kawasan Asia.
Menurut Paul, jelas Hong Kong sangat mempengaruhi jalannya perusahaan HSBC. Bahkan setengah pendapatan HSBC pun berasal dari Hong Kong.
Selain itu, berdasarkan sejarah, HSBC pertama kali dibuat di Hong Kong oleh seorang banker profesional Thomas Sutherland pada tahun 1865. Pada saat itu HSBC dibuat hanya sebagai bank lokal yang tujuannya membiayai perdagangan global dari timur ke barat. HSBC bahkan sempat menjadi nilai tukar resmi sampai tahun 1935.
Ketegangan perebutan HSBC makin memanas ketika petinggi HSBC dikabarkan mendukung UU Keamanan Nasional China. Tidak terbukanya HSBC atas dukungan ini memicu kemarahan AS dan Inggris.
Menurut Paul, satu-satunya jalan atau harapan HSBC saat ini dengan menghentikan ketegangan antara AS dan China. Caranya dengan mendirikan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki masing-masing negara dari Hong Kong, China, maupun di London. Paul berharap dengan cara itu bisa mendapatkan titik terang.
"Banyak orang mengatakan satu-satunya harapan HSBC adalah untuk menghentikannya. Anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki untuk Hong Kong, anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki untuk China dan kemudian semacam divisi internasional yang dapat berlokasi atau didirikan di London," jelas Paul.
Pandemi virus Corona yang juga menjadi ancaman krisis diberbagai sektor. Kini juga membawa HSBC ke jurang krisis. Berbagai upaya pemulihan dilakukan. Dari memangkas 35 ribu pekerja, memangkas aset hingga US$ 100 miliar, memperkecil operasi di AS dan Eropa, hingga akhirnya keuntungan tutun 33% dibandingkan 2019.(dtf)