Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kuasa hukum PT Putri Mahakam Lestari (PML), Rapen AMS Sinaga SH MM CLA mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri (PN) Medan. Gugatan itu diajukan karena Balai Pengelola Tranportasi Darat Wilayah II Provinsi Sumut tidak menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Diketahui, dalam putusan hingga keluarnya surat inkrach (berkekuatan hukum tetap) pada, 8 Mei 2020, PTUN Medan mengabulkan seluruh permohonan gugatan dari PT PML. Antara lain, mewajibkan Chandra Adi Winata selaku PPK pada Satuan Kerja Balai Pengelola Tranportasi Darat Wilayah II Provinsi Sumut, untuk menerbitkan keputusan dan/atau melakukan tindakan gugatan pemohon, PT PML.
"Salah satu gugatan kita yang dikabulkan PTUN Medan yaitu pekerjaan Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Muara Tahap III pada Kementerian Perhubungan RI di Muara Kabupaten Tapanuli Utara (Taput) Sumut, senilai Rp 37.005.518.342, yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran (TA) 2020, diserahkan kepada PT PML selaku pemenang tender," tegas Rapen AMS Sinaga kepada wartawan di PN Medan, Selasa (18/8/2020) sore.
PT PML merupakan pemenang tender itu tertuang dalam Berita Acara Hasil Pemilihan (BAHP) Pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Muara Tahap III Nomor: BA.06/PPPM/BLPPBMN/II/2020 tertanggal 26 Februari 2020 dan Pengumuman Pemenang Tender Nomor: PM.02/PPPM/BLPPBMN/II/2020 tertanggal 27 Februari 2020. Anehnya, PPK dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Putu Sumarjaya justru menyerahkan proyek pekerjaan tersebut kepada PT Umega Pratama dan PT Artek Utama Consultant.
"PT PML dinyatakan sebagai pemenang tender melalui aplikasi LPSE dan terpublish secara resmi di website dengan jumlah penawaran terendah yaitu Rp 32 miliar. Tetapi PPK tidak segera menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) untuk PT PML dan malah menunjuk pemenang cadangan yakni PT Umega Pratama yang nilai tawarannya Rp 37 miliar," ujar Rapen.
Karena PPK tidak melaksanakan kewajibannya, maka PT PML mengajukan permohonan fiktif positif ke PTUN Medan. Anehnya lagi, PT PML ditetapkan masuk dalam daftar hitam oleh KPA karena adanya dokumen palsu. Seharusnya, lanjut Rapen, dokumen palsu harus diusulkan oleh Pokja. Namun kenyataannya, dokumen palsu diusulkan oleh PPK.
"Inilah alasan mereka (PPK dan KPA) tidak melaksanakan putusan PTUN. Padahal putusan itu duluan keluar dari ditetapkannya daftar hitam. Tapi kalau pun ada dokumen palsu, harusnya ada pembanding. Ini tidak ada," jelas Rapen lagi.
Karena hal itu, PT PML mengajukan permohonan gugatan ke PN Medan. Namun, para tergugat yakni PT Umega Pratama, PT Artek Utama Consultant, PPK, KPA dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Medan II, tidak pernah hadir.
"Karena tidak ada alasan jelas bagi KPA menunjuk perusahaan lain untuk mengerjakan proyek tersebut," cetus Rapen.
Dalam gugatan itu, Rapen berharap majelis hakim yang diketuai oleh Deson Togatorop agar memutuskan yakni: menerima dan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya; menyatakan penggugat adalah pemenang tender pekerjaan pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Muara Tahap III yang sah menurut hukum; menyatakan perbuatan para tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum; mengembalikan pekerjaan pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Muara tahap III kepada penggugat; dan menghukum para tergugat untuk memberikan ganti kerugian materil dan immateril secara tunai kepada penggugat sebesar Rp 37.205.518.342 dan Rp 1.000.000.000.
Menurut Rapen, hal-hal tersebut membuatnya yakin bahwa adanya unsur dugaan korupsi pada proyek itu. Untuk itu, Rapen mengaku telah melaporkan unsur dugaan korupsi tersebut ke KPK, Bareskrim Mabes Polri dan Ombudsman RI. Bahkan, pihaknya berencana melaporkan hal tersebut ke Presiden dan Komisi V DPR RI.
"Karena ada rentetan cerita adanya persengkongkolan yang menguntungkan satu perusahaan. Keluarnya daftar hitam kepada PT PML merupakan salah satu indikator adanya tindak pidana korupsi. Apalagi, salah satu manajer kita diminta mundur dalam proyek tersebut dan dikasih sejumlah uang. Jadi intinya yang kami minta hak selaku pemenang proyek," imbuh Rapen.
Selain itu, Rapen mengaku telah melaporkan KPA ke Polda Sumut atas dugaan mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa sesuai Pasal 317 KUHPidana dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
"Pada 24 Agustus nanti, kita akan melakukan demo ke Kantor Balai Pengelola Tranportasi Darat Wilayah II Provinsi Sumut. Rencana kita juga akan melakukan unjuk rasa ke KPK maupun Kemenhub di Jakarta," tandasnya.