Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Indonesia hanya punya waktu kurang dari 1 bulan untuk membuktikan ekonominya terbebas dari resesi. Sebab jika di kuartal III-2020 ini ekonomi RI kembali minus maka sudah dipastikan Indonesia terjun di jurang resesi.
Lalu jika ekonomi Indonesia benar jatuh resesi, akan seberapa parah?
Peneliti Indef Aryo DP Irhamna menilai resesi yang akan dialami Indonesia akan terjadi sangat parah. Sebab dia menilai pemerintah tidak serius menangani wabah COVID-19 yang menjadi akar masalah dan memilih fokus menangani dampaknya yakni ekonomi.
"Resesi di Indonesia akan sangat parah, karena pemerintah tidak fokus dengan serius menangani COVID-19 tapi lebih serius ke ekonomi. Itu terlihat dari nota keuangannya, yang paling besar anggaran untuk sektor yang paling tinggi dukung pariwisata," ujarnya dalam acara Diskusi Online Indef, Kamis (3/9/2020).
Aryo menjabarkan, dalam alokasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 anggaran untuk kesehatan hanya sekitar Rp 25 triliun. Angka itu turun jauh dari alokasi tahun ini sebesar Rp 87 triliun.
Sementara untuk sektor pariwisata tahun depan dianggarkan Rp 136,7 triliun. Angka itu naik dari anggaran tahun ini sebesar Rp 106,11 triliun.
"WEF itu sudah membuat list negara yang paling aman untuk pariwisata dan nomor 1 itu Thailand. Tapi pemerintahnya justru mengatakan meski disebut paling aman, tapi kami belum buka untuk turis mancanegara. Kita sebaliknya, Jadi itu ya kita akan sangat parah karena tidak mengatasi akar masalahnya," tambahnya.
Untuk mengatasi wabah COVID-19 tentu dibutuhkan vaksin. Indonesia tengah mempersiapkan vaksin dari Sinovac. Harganya diperkirakan US$ 30 per orang jika dikalikan kurs saat ini sekitar Rp 400 ribu lebih.
Sementara untuk mencapai herd immunity dibutuhkan vaksinasi 70% dari jumlah penduduk. Artinya 170 penduduk Indonesia harus vaksin. Jika dikalikan secara kasar maka kebutuhan anggaran untuk vaksin sekitar Rp 75 triliun. Sementara anggaran kesehatan untuk tahun depan hanya Rp 25 triliun.
"Rp 75 triliun itu masih hitungan kasar belum termasuk biaya logistik, tenaga medis dan lainnya," terangnya.
Sementara Ekonomi Senior Faisal Basri menambahkan, jika ingin menyelamatkan ekonomi di tengah pandemi tentu yang harus dilakukan mengatasi akar masalahnya yakni wabah COVID-19. Jika dilakukan sebaliknya pemulihan ekonomi hanya bersifat semu.
"Jadi kalau mau ekonomi sembuh maka sembuhkanlah manusianya. Jadi jangan kebalikan. Kalau ekonominya dulu, lalu COVID-19 dilupakan, maka ekonominya akan naik sementara, kemudian akan turun lagi," tuturnya.(dtf)