Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Provinsi Sumatra Utara (Sumut) peringkat ke-6 tingkat kematian tertinggi akibat Covid-19 dengan tingkat kematian 4,4%. Karenanya diperlukan keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan laju Covid-19 yang kian meningkat. Di antaranya dengan menggelar sosialisasi lebih masif, penegakan Perda dan intensitas sidak/razia penerapan protokol kesehatan.
Demikian diungkapkan Ketua Komisi A DPRDSU Hendro Susanto, Selasa (8/9/2020). Ia mengaku prihatin dengan laju pertumbuhan Covid-19 yang terus naik. Dikatakan Hendro, karena di Sumut belum pernah PSBB dan sekarang harus menerapkan normal baru sebagaimana instruksi pemerintah pusat, sehingga pemerintah gagal dalam menjalankan sosialisasi.
“Pemerintah akhirnya gamang, berjalan semampunya, sebisanya saja. Hanya sosialiasi seadanya, belum ada bentuk yang lebih tegas lagi,” katanya.
Politisi PKS ini mengatakan, dalam rapat dengan Kasatpol PP sebelumnya, ia meminta agar keramaian-keramaian dibubarkan, kafe-kafe yang tidak menerapkan protokol kesehatan agar diatur, karena kondisi terkini, warga sudah beraktivitas normal, bukan normal baru.
“Dari kita, langkahnya sosialisasi harus lebih masif lagi, buat aturan baik Pergub, Perwal, atau Perbup dan harus tegas, karena masyarakatnya memang sudah dibilangi. Razia yang dilakukan Satpol PP memang efektif, tapi intensitasnya ahrus ditambah. Kalau OPD kerja ikhlas ya bagus, tapi kalau kerja harus ada anggarannya dulu, ya susah,” katanya.
Terkait refocusing anggaran untuk penguatan rumah sakit dan bidang kesehatan, sebagaimana pernah disampaikan Fraksi PKS sebelumnya, agar anggaran Covid-19 lebih besar diplot untuk bidang kesehatan, menurutnya untuk tahap kedua sampai saat ini masih belum berjalan.
“Informasi dari TAPD saat ini baru di tahap pertama yang sudah direalokasi anggaran. Kalau kita lihat daya dukung tes PCR di Sumut itu juga belum menggembirakan bagi saya, karena kalau kita tracing, ketika ditemukan specimen positifnya tinggi, kita tidak akan siap, akhirnya tenaga medis juga kewalahan. Jadi ini dilema juga,” katanya.
Realokasi anggatan berdasarkan Pergub Nomor 16/2020 untuk penguatan rumah sakit, pengadaan APD dan pergiliran dokter jaga juga dinilai belum rapi. Hendro mengatakan, harusnya dokter yang bertugas mengurus pasien Covid-19, dalam 1 x 24 jam kerja harus istirahat 3 hari. Namun sayangnya banyak dokter berkualitas meninggal karena kurang istirahat.
Menurutnya, data Covid-19 di Sumut saat ini yang mencapai positif 7.725, dirawat 2.739, meninggal 339 ini mungkin bisa lebih besar lagi, hanya saja karena belum ada tracking secara masif. Untuk itu perlu langkah serius dari gubernur untuk menekan laju penyebaran Covid-19 ini.
“Agustus ini saya lihat belum ada langkah signifikan yang serius. Keseriusan itu harus ditunjukkan dengan bukti nyata. Pak Edy misalnya pimpin BPBD Sumut turun dan mengecek, kalau pemimpin tunrun tidak mungkin OPD tidak turun, sidak mana lokasi yang ramai, untuk shock theraphy saja, ambil rapid test dan swab. Pasti masyarakat pada takut,” katanya.