Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Tebing Tinggi, PS bersama dengan M selaku PPTK dan P selaku pengelola dana bantuan operasi sekolah (BOS) ditetapkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tebingtinggi sebagai tersangka dugaan korupsi buku pendidikan dini (Pedi) menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU).
Hal itu disebutkan oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut), Agus Sampe Tuah Lumbangaol saat menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Kejari Tebingtinggi.
"Iya, ada. Soal pengadaan buku pedi dari dana DAU senilai Rp 2,4 Miliar," ujar Agus saat dikonfirmasi, Selasa (15/9/2020) sore.
Agus melanjutkan, dalam pelaksanaan pemeriksaan ini atas laporan dari masyarakat dan dimulainya penyelidikan pada Juni dan Juli telah dinaikkan menjadi penyidikan.
"Ternyata menemukan tindakan perbuatan melawan hukum, yang terindikasi tindak pidana korupsi, sehingga tidak lama kami lakukan penyelidikan, kita naikan statusnya ke penyidikan di bulan Juli," bebernya.
Lanjutnya lagi, setelah naik tahap penyelidikan, ditemukan adanya kejanggalan yang dilakukan oleh PS selaku kadis, M selaku PPTK dan P selaku Asisten Dana BOS.
"Nah kemudian setelah melakukan pemeriksaan di tahap penyidikan, dari barang bukti dan dokumen ditemukan adanya kejanggalan yang dilakukan oleh PS Kadis, M PPTK, dan dibantu dengan P asisten dana BOS melakukan perbuatan dana yang ada di DAU tadi ditarik, seakan akan buku itu tadi sudah ada," jelasnya.
Karena merasa janggal, pihak Kejari Tebingtinggi melakukan pemanggilan kepada 6 orang distributor, dan dinyatakan hasilnya tidak singkron.
"Namun saat kita tanyakan ke enam distributor, ternyata pengadaan buku itu yang sebagaimana diterangkan si P tadi, hanya sebagai modus untuk menutupi pencairan Rp 2,4 miliar. Terbukti, pemesanan buku itu dengan cara yang jelas-jelas pemesanannya dari dana BOS, bukan DAU," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, buku yang sebelumnya tidak ada bentuk fisiknya, tiba-tiba datang setelah kasus naik menjadi tahap penyidikan.
"Sehingga terlihat bahwa saat pencairan itupun, buku tidak ada. Buku itu datang seketika kasus ini sudah bergulir pada tahap penyidikan. Maka dapat disinyalir bahwa pemesanan buku itu dilakukan setelah ketahuan," katanya.
Selanjutnya, saat dilakukan pemeriksaan para saksi, pihaknya menemukan keterangan para saksi yang tidak singkron dengan dokumen-dokumen.
"Selanjutnya kami lakukan pengumpulan keterangan para saksi, kemudian kita singkronkan dengan barang bukti dokumen atau surat, maka itu tidak singkron, sehingga terkesan dipaksakan," pungkasnya.