Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisnisdaily.com-Medan. Juru bicara Tim Pemenangan Bobby-Aulia, Ikrimah Hamidy, menilai tidak ada yang keliru dari pernyataan Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah alias Ijeck tentang dukungan kepada Bobby Nasution di Pilkada Medan.Menurutnya, pernyataan itu disampaikan pada acara PMI (Palang Merah Indonesia). Di mana, PMI merupakan lembaga atau organisasi independen.
Selain itu, Ijeck juga adalah kader Partai Golkar yang secara resmi juga ikut mendukung pencalonan Bobby Nasution.
"Beliau (Ijeck) orang pintar, tau menempatkan diri, dimana berbicara. Tidak mungkin dia berkata seperti itu saat acara Pemprov Sumut, atau dalam kapasitas sebagai wakil gubernur," ujar Ikrimah, Senin (21/9/2020).
Mantan politikus PKS ini menyebut, wakil gubernur adalah jabatan politik yang dipilih rakyat. Sehingga, apapun aktivitasnya akan berbau politik.
"Berbeda dengan ASN, komisaris atau direksi BUMN dan BUMD. Mereka kalau menyatakan dukungan secara terbuka tidak boleh, karena mereka diangkat negara," ucapnya.
Ia tidak tahu apa motif PKS atau partainya terdahulu menyerang Ijeck. Namun, Ikrimah meminta agar persoalan ini tidak terus menjadi polemik. "Jangan hanya mencari kesalahan, yang benar disalah-salahkan," ungkap kader Partai Gelora ini.
BACA JUGA: Terang-terangan Dukung Bobby Nasution, PKS: Ijeck Tidak Etis
Seperti diberitakan, anggota DPRD Sumut Fraksi PKS, Ahmad Hadian, mengkritik sikap Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah alias Ijeck yang secara terbuka menyatakan dukungan kepada Bobby Nasution sebagai calon Wali Kota Medan. Menurutnya, apa yang dilakukan Ijeck sangatlah tidak etis.
?"Tidaklah, tidak etis, gak boleh. Karena seorang pejabat publik melekat jabatannya, kalau dia birokrat punya fasilitas, seorang kepala daerah contoh misalnya, dia harus netral, dia melekat dengan jabatannya, di mana jabatan itu di lengkapi perangkat anggaran, perangkat fasilitas negara, melekat, dia tidak dipisahkan," ujar Hadian, Minggu (20/9/2020).
Kecenderungan pribadi seseorang dalam mendukung kandidat calon kepala daerah dianggapnya hal biasa. Namun, tidak dilakukan secara terbuka, apalagi yang bersangkutan adalah pejabat publik.
"Boleh jadi ada barangkali pejabat daerah, kepala daerah, mungkin dia profesional, tapi kan rakyat gak melihat itu, makanya seharusnya kepala daerah, netral, kalau kecenderungan condong sana sini biasa itu. Tapi jangan dibuka," tuturnya.
"Kecuali barangkali misalnya dia pejabat partai politik, dan pada saat berbicara menggunakan atribut partai politik, kalau dia menggunakan atribut partai, jas partai, itu wajar, apalagi partainya ke arah sana, cuma itu harus dibedakan seperti itu. Kalau bicara bukan dalam kapasitas itu, tidak etis lah," tegasnya.