Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Menteri Keuangan, yang saat ini dijabat Sri Mulyani, tidak punya otoritas lagi mengusulkan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak. Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak dipilih oleh internal hakim dan Menteri Keuangan hanya sebagai pejabat administrasi mengusulkan ke Presiden atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Putusan MK itu atas permohonan 3 hakim Pengadilan Pajak, yaitu Haposan Lumban Gaol, Triyono Martanto dan Redno Sri Rezeki. Ketiganya menggugat Pasal 8 ayat (2) UU yang menyatakan:
Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden dari para Hakim yang diusulkan Menteri setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
Oleh MK, pasal di atas dinilai konstitusional bersyarat. Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak kini menjadi otoritas internal hakim untuk memilih, bukan kewenangan Menkeu. Pasal yang dimohonkan menjadi konstitusional sepanjang tidak dimaknai:
"Ketua dan Wakil Ketua diangkat oleh Presiden yang dipilih dari dan oleh para Hakim yang selanjutnya diusulkan melalui Menteri dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung untuk 1 (satu) kali masa jabatan selama 5 (lima) tahun," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan yang disiarkan langsung lewat YouTube, Senin (28/9/2020).
Menurut MK, hakim Pengadilan Pajak selain bebas dalam menjalankan kekuasaan kehakiman hakim pajak juga harus bebas dalam menentukan pimpinan mereka dari mereka sendiri. Yaitu untuk mengorganisir tugas dan kewenangan badan peradilan tanpa melibatkan pihak eksternal dalam hal ini Kementerian Keuangan yang belum tentu mengetahui lebih mendalam kualitas ataupun karakter mereka masing-masing dari para hakim.
"Oleh karena itu menurut Mahkamah tata cara pemilihan ketua dan wakil ketua Pengadilan Pajak harus dilepaskan dari keterlibatan Menteri Keuangan agar para hakim tersebut lebih dapat merefleksikan pilihannya sesuai hati nuraninya yang didasarkan pada pertimbangan kapabilitas, integritas dan leadership dari calon pemimpinnya," ucap 9 hakim konstitusi dengan bulat.
Serta dari hasil pilihannya tersebut, para hakim dapat mempertanggungjawabkan konsekuensi pilihannya. Dengan pertimbangan demikian, keterlibatan Menteri Keuangan hanya bersifat administratif guna menindaklanjuti hasil pemilihan ketua/wakil ketua yang diteruskan kepada Presiden setelah mendapat persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
"Demikian pula halnya terkait dengan pengusulan pemberhentian dengan hormat dan tidak hormat Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak dengan sendirinya keterlibatan Menteri Keuangan hanya bersifat administratif," beber MK.
Terkait periode jabatan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak, MK menyatakan praktik demokrasi yang paling mendasar dan harus diterapkan dalam sebuah organisasi adalah adanya rotasi kepemimpinan secara periodik. Hal itu untuk menghindari terjadinya praktik otoritarianisme dan penyalahgunaan kekuasaan.
"Dengan adanya kontrol internal dengan cara pembatasan waktu tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kekuasaan yang terus menerus bisa menjadikan pimpinan yang cenderung menyalahgunakan kekuasaan," ucap MK.
Oleh karena pemimpin harus memiliki jangka waktu dalam menduduki jabatan. Periodisasi dalam suatu jabatan bukan hanya agar terjadi pergantian kepengurusan, namun yang tidak kalah penting hal tersebut menciptakan proses kaderisasi dan regenerasi dalam sebuah lembaga atau jenjang karir para penggerak dari organisasi tersebut.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dalam hal ini, pimpinan pengadilan pajak yakni Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak sangat penting diberikan batasan masa jabatan atau periodisasi untuk menghindari terjadinya kekhawatiran sebagaimana pertimbangan Mahkamah tersebut. Oleh karena itu apabila merujuk pertimbangan hukum dimaksud, maka masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Pajak yang relevan adalah satu kali periodisasi masa jabatan selama lima tahun," pungkas MK.(dtc)