Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati menyampaikan ada sejumlah risiko terkait belanja atas Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pasalnya, dana yang dialokasikan untuk penanganan dampak COVID-19 tahun ini bukan jumlah yang kecil yakni mencapai lebih dari Rp 600 triliun.
Adapun risiko pertama adalah terkait dengan keberadaan data penerima bantuan yang berpotensi tidak baru dan fiktif.
"Ada risiko data penerima bantuan, ada risiko-risiko yang kami hadapi adalah data tidak update," ujar Sumiyati dalam Seminar Nasional Sinergi Pengawasan APIP-SPI-APH secara virtual, Selasa (29/9/2020).
Kedua, terkait kebijakan teknis di kementerian yang kerap membuat penyaluran bantuan terganggu karena kebijakan teknisnya belum selesai dirumuskan.
Ketiga, risiko duplikasi data dalam penyaluran bantuan.
Keempat, keterlambatan penyaluran, risiko fraud dalam penyaluran, dan ketidaksiapan pihak ketiga memberikan jasa.
"Ada risiko juga dari ekspektasi, realita di lapangan berbeda jauh dengan harapan masyarakat," tambahnya.
Untuk mengantisipasi berbagai risiko atas belanja penanganan pandemi COVID-19, Sumiyati mengungkapkan pemerintah akan memperbarui data secara berkala. Selain itu, pemerintah juga bakal membuka layanan informasi dan pengaduan.
"Kami terus monitoring, tugas kami kawal saat dilakukan pembayaran oleh Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan," ungkapnya.
Sebagai informasi, pemerintah telah menyiapkan anggaran untuk program PEN ini sebesar Rp 695,2 triliun. Dana itu dialokasikan untuk berbagai sektor terdiri dari bansos sebesar Rp 203,9 triliun, UMKM sebesar Rp 123,46 triliun, insentif usaha Rp 120,61 triliun, kementerian/lembaga atau pemerintah daerah Rp 106,11 triliun, kesehatan Rp 87,55 triliun dan pembiayaan korporasi Rp 53,55 triliun.(dtf)