Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Keputusan DPR RI mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang Undang di tengah pandemi Covid-19 terus menuai kecaman. Ketua DPD IMM Sumut, Zikri Azizan Lubis, menilai, pengesahan RUU tersebut tanpa melalui tahap sosialiasasi kepada masyarakat, terutama dalam situasi keprihatinan bangsa sebagai dampak serius multidimensional dari Covid-19
"Harusnya pemerintah fokus menekan angka kemiskinan serta ketahanan pangan. Sebab, dalam BPS Maret 2020 terjadi peningkatan penduduk miskin sebanyak 1,63 juta orang dibandingkan periode September 2019. disusul ancaman krisis pangan dampak dari pandemi seperti yang diingakan Belum Food Agriculture Organization (FAO)," ujarnya, Rabu (7/10/2020).
Pihaknya memastikan fakta sosial yang ada dinilai hilang dari amatan DPR di parlemen, ditambah dengan banyaknya tenaga kerja yang dirumahkan, namun lagi-lagi dihadapkan dengan kasus baru regulasi yang menabrak lingkungan hidup.
"Instrumen pencegahan lingkungan AMDAL dan UKL-UPL didalam Undang-undang lingkungan hidup, direduksi bukan lagi sebagai dasar yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, dalam RUU Cipta kerja izin lingkungan diubah menjadi persetujuan lingkungan, ini jelas mengesampingkan aspek penting lingkungan hidup," tegasnya
Pencabutan pasal-pasal dalam UU kehutanan dan UU perlindungan dan pengelolaan lingkungan, lanjut Zikri, menjadi RUU Cipta Kerja berpotensi menyimpang dari filosofi, konsep dan prinsip UU asalnya.
"RUU Cipta kerja bukan hanya mengubah, tetapi mengganti dasar-dasar ilmiah sifat sumber daya alam hanya demi kepentingan usaha besar semata, karena perizinan oleh perorangan maupun koperasi semuanya dihapus," bebernya
Zikri juga menilai selain mengaburkan transparansi keputusan lingkungan, juga menutup dan memperlemah hak gugat masyarakat dan penegakan hukum keperdataan sanksi administratif. yang dijamin di pasal 93 UUPPLH sudah dihapus.
"RUU Cipta kerja terkait pertambangan juga akan menghadapi persoalan terkait penyelesaian tumpang tindih konsesi pertambangan kawasan hutan dan RTRW yang didalam ketentuan pasal 134 hanya diatur akan diatur dalam peraturan pemerintah," jelasnya.