Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 5 Oktober 2020.
Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat meminta Presiden Jokowi menggunakan kebijaksanaan politik untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
"Presiden Joko Widodo sebaiknya segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Cipta Kerja," katanya seperti yang dikutip, Jakarta, Sabtu (17/10/2020).
Mirah menilai banyak hal yang bisa dipertimbangkan Presiden Jokowi untuk membatalkan aturan sapu jagad ini. Antara lain, dikatakan Mirah adalah proses legislasi yang telah memicu kontroversi dan kritik dari banyak elemen masyarakat.
"Baik terkait prosesnya yang minim partisipasi publik dan tidak melibatkan unsur tripartit sejak awal penyusunan, maupun isinya yang hanya menguntungkan kelompok pengusaha dan merugikan rakyat," ujarnya.
Selanjutnya, kata Mirah, terjadi penolakan baik saat masih RUU maupun setelah pengesahan UU Cipta Kerja. Penolakan datang dari banyak kalangan.
"Seluruhnya secara umum menilai bahwa UU Cipta Kerja hanya mementingkan kelompok pengusaha dan merugikan rakyat," katanya.
Presiden Jokowi juga bisa mempertimbangkan mengenai proses pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan secara terburu-buru dan dipaksakan. Bahkan ketika pengesahan, anggota DPR tidak menerima naskah UU Cipta Kerja yang disahkan.
Selanjutnya, proses penyusunan dan pengesahan UU Cipta Kerja, termasuk berbagai penolakan dari masyarakat, telah menjadi sorotan dunia internasional. Bahkan serikat pekerja internasional sudah mengirim surat ke Presiden Jokowi.
"Beberapa catatan di atas, tentunya harus menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, agar upaya pemulihan ekonomi khususnya di masa pandemi dapat menjadi lebih prioritas," katanya.
Tidak hanya itu, Mirah mengatakan pemerintah harus memastikan undang-undang di masa depan tidak mengurangi hak dan manfaat yang telah ada dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 serta standar ketenagakerjaan internasional.
Menurut dia, pemerintah sebagai representasi negara harus hadir untuk menjamin terpenuhinya jaminan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sesuai amanat UUD 1945.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengklaim mayoritas serikat pekerja di Indonesia tidak mau ikut terlibat dalam pembahasan penyusunan aturan turunan dari UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Said Iqbal memastikan tidak ada satu pun serikat pekerja yang ingin ikut terlibat dalam penyusunan aturan turunan UU Cipta Kerja.
"Sampai hari ini belum ada satupun serikat buruh mau ikut membahas peraturan turunannya. Info yang saya terima dari anggota tripnas unsur buruh," kata Said Iqbal saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (17/10/2020).
Tidak inginnya serikat buruh terlibat dalam penyusunan aturan turunan, dikatakan Said Iqbal karena sikap serikat pekerja yang menolak UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan.
"Sehingga tidak akan ikut membahas peraturan turunannya, termasuk anggota tripnas mayoritas juga menolak membahas," jelasnya.
Sebelumnya, KSPI memastikan tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Hal itu menyusul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengirim naskah UU Cipta Kerja dengan 812 halaman ke pemerintah.(dtf)