Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Undang-Undang Cipta Kerja yang digodok dengan skema omnibus law jelas-jelas cacat prosedur. Pasalnya, publik tidak dilibatkan sama sekali.
"Pelibatan publik dalam hal ini tentulah harus secara berkesinambungan dalam setiap tahap. Bukan hanya pada saat-saat tertentu, dan pihak-pihak tertentu pula," demikian Dewan Pengurus Komisariat (DPK) GMNI Hukum USU dalam keterangan tertulisnya yang diterima medanbisnisdaily. com, Senin (20/10/2020).
Menurut DPK GMNI Hukum USU, buruh sebagai elemen yang bersinggungan langsung dengan undang-undang ini juga tidak dilibatkan. Aspirasi kaum buruh yang nantinya akan terdampak langsung oleh undang-undang ini juga tidak diserap untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan undang-undang ini.
Mengenai hal ini, tak perlulah DPR dan pemerintah berkelit lagi, dan berdalih bahwa kaum buruh telah dilibatkan dalam perumusan Omnibus Law Cipta Kerja. Aksi massa menolak U Cipta kerja disejumlah wilayah di Indonesia cukuplah membuktikan bahwa kaum buruh merasa terancam kehidupannya dengan adanya undang-undang ini.
"Sejak awal, GMNI HUKUM USU bersama elemen-elemen rakyat lainnya juga telah menyuarakan kritik. Hal-hal paling mendasar dalam penyusunan suatu undang-undang banyak yang dicederai, termasuk partisipasi publik yang sangat minim. Minimnya partisipasi publik ini diperparah lagi oleh pandemi Covid-19 yang tengah dihadapi oleh seluruh negara di dunia. Partisipasi publik yang tadinya sangat terbatas, kian terbatas, bahkan nihil sama sekali dalam proses pembahasan Undang-Undang Cipta Kerja. Itulah mengapa, sejak Indonesia juga dibuat kerepotan oleh pandemi, masyarakat dari berbagai lapisan telah menyuarakan agar pembahasan.
GMNI meminta Undang-Undang Cipta Kerja dihentikan sejenak, setidaknya sampai pandemi dapat diatasi dengan baik. Namun, dengan penuh arogansi, DPR bersama pemerintah justru semakin mengebut pembahasan hingga pengesahan undang-undang kontroversial ini.
Sejak draf undang-undang ini bisa diakses oleh publik, kritik semakin menjadi-jadi, mengingat banyaknya pasal yang seolah melegalkan eksploitasi manusia, dan perusakan lingkungan. Kritik ini pun telah disampaikan sejak awal kepada DPR. Namun, sejak itu tidak pernah ada tindak lanjut dari DPR untuk, setidaknya, menyampaikan serta memastikan bahwa pasal-pasal bermasalah yang bisa menjadi dasar penindasan itu telah diperbaiki.
DPR, secara tiba-tiba, malah terus melanjutkan pembahasan undang-undang ini tanpa adanya kejelasan atas kritik dan saran yang diberikan oleh masyarakat sebelumnya. Dari serangkaian peristiwa ini, telah bisa disimpulkan bahwa banyak hal yang disembunyikan dalam undang-undang ini. Dan inilah yang diwaspadai oleh masyarakat.
Maka tak heran, masyarakat akan terus berjuang, bahkan turun ke jalan, demi memastikan undang-undang ini tidak betul-betul diimplementasikan. Rakyat akan terus melawan!