Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com Belawan. Nek Atik (55), warga Jalan PLTU Lingkungan II, Kelurahan Belawan Sicanang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, sosok manula yang tersisihkan dari kehidupan sosial. Sejak enam tahun meninggal suaminya, Muhammad Said, hidup nek Atik luntang lantung mengais rezeki di jalanan, mengumpulkan botol plastik sisa minuman atau barang bekas lainnya untuk dijual kepada penampung botot.
Saat dikunjungi Komunitas Sedekah Jumat (KSJ) Kecamatan Medan Belawan yang dipimpin Aswin Asyhar, Rabu (28/10/2020) sore di kediamannya di sebuah gubuk berukuran 2,5 x4,5 m, nek Atik mengaku baru saja kembali dari menjual botot. "Alhamdulillah hasil mencari botol hari ini terjual Rp 10.000," ujarnya.
Di gubuk yang tak layang huni itu, nek Atik tinggal seorang diri, tanpa ada jamban atau sanitasi untuk buang air. Hanya sebuah tungku untuk memasak nasi dan air yang terdapat di ruang belakang. Sedangkan di bagian tengah dijadikan sebagai tempat pengumpulan botol plastik sisa minuman yang dikumpulkan nek Atik sebelum dijual dan bagian depan ada sebuah dipan kecil sebagai tempat tidur wanita tua tersebut. Bila malam hari, gubuk tersebut hanya diterangi oleh sebuah lampu templok berbahan bakar minyak tanah. Hanya seekor kucing yang setia menemani nek Atik saat berada di rumah.
Saat ditanya medanbisnisdsily.com, tentang identitas kependudukan, nek Atik mengaku identitas kependudukannya, seperti KTP, KK dan lainnya, sebenarnya ada, namun saat terjadi kebakaran yang menimpa gubuk yang ditumpangi tersebut, seluruh identitas kependudukan ikut terbakar, sementara untuk menguruskan kembali identitas kependudukan itu tidak ada orang yang dapat membantunya. Dampaknya, nek Atik pun tidak mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah maupun bantuan terkait dampak virus Covid,19 yang saat ini masih digulirkan.
Ironisnya, usai gubuknya diperbaiki pascakebakaran, beberapa tahun silam nek Atik harus mengeluarkan biaya sewa gubuk sebesar Rp 200.000 per bulan. "Untuk tempat tinggal ini saya harus membayar Rp 20O.000 per bulan, sementara hasil mencari botot paling tinggi Rp15.000 per hari. Uang tersebut saya bayarkan untuk sewa gubuk dan keperluan beli minyak tanah dan beras serta ikan asin," ujarnya seraya menunjukkan ikan asin yang tergantung di mangkok plastik.
Zainaf Yusuf (47), Relawan Kartini KSJ yang ikut menyenguk nek Atik kepada medanbisnisdaily.com, mengatakan, pemerintah berkewajiban menyelamatkan nek Atik dari kesengsaaan yang dideritannya bertahun-tahun.
"Nek Atik bisa ditempatkan ke Panti Jompo yang dikekola oleh UPT Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, karena di Rumah Jompo tersebut hidup nek Atik akan lebih teratur hidupnya dibandingkan tinggal di gubuk yang dibebani dengan pembayaran sewa dan membeli kebutuhan sehari-hari," kata aktivis perempuan yang terlibat dalam kegiatan daur ulang sampah dan juga mengelola Pendidikan Anak Usia Dini di kawasan Kelurahan Bagan Deli tersebut.
Sebelum meninggakkan gubuk, Tim KSJ Kecamatan Medan Belawan memberikan sembako dan tali kasih kepada nek Atik untuk dapat dimanfaatkan dalam beberapa hari ke depan.