Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Masih terus meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat virus Corona atau Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) menyebabkan Indonesia membutuhkan imunisasi COVID-19. Hal ini berbeda dengan negara-negara lain, khususnya di Asia, yang jumlah kesakitan dan kematian akibat COVID-19 menunjukkan tren penurunan.
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki S Hadinegoro, mengatakan, adanya imunisasi COVID-19 diharapkan dapat untuk menurunkan jumlah kesakitan dan kematian yang disebabkan penyakit tersebut.
Selain karena angka kesakitan dan kematian yang masih naik, ada faktor lain yang menyebabkan Indonesia perlu melakukan imunisasi COVID-19. "Tujuan berikutnya adalah untuk mempercepat mencapai kekebalan kelompok dalam melindungi kesehatan masyarakat, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh serta menjaga produktivitas dan meminimalkan dampak sosial dan ekonomi," tuturnya dalam lokakarya media yang digelar secara virtual dan diadakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), bersama Kominfo, Sabtu (31/10/2020).
Indonesia sendiri telah merencanakan untuk melakukan imunisasi COVID-19. Saat ini ada beberapa kandidat vaksin dari luar negeri dan satu dari dalam negeri, yakni Vaksin Merah Putih, yang akan digunakan untuk melakukan imunisasi COVID-19.
Namun dari hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan WHO dan ITAGI, ternyata masih ada sekitar 26,29% dari masyarakat yang belum mengetahui rencana pemerintah yang akan melakukan imunisasi COVID-19 tersebut. Di samping itu, survei juga mendapati hasil bahwa masih ada sekitar 27,60% masyarakat yang masih ragu-ragu untuk mengikuti imunisasi COVID-19 dan 7,60% yang menolak mengikuti imunisasi tersebut.
"Hal ini yang menunjukkan pentingnya peran pers dalam menyampaikan informasi mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi COVID-19 kepada masyarakat yang belum mengetahui tadi serta mengajak untuk mengikuti imunisasi COVID-19 bagi masyarakat yang masih ragu-ragu atau menolak tadi. Media diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai imunisasi dengan benar untuk menghilangkan kekhawatirannya dalam menerima imunisasi," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, pelaksanaan program imunisasi di Indonesia sendiri mendapat pengawasan yang ketat dari lembaga independen Komite Pencegahan dan Pengendalian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Keberadaan komite independen tersebut, baik di tingkat nasional maupun provinsi bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah munculnya dampak negatif sebagai akibat pelaksanaan imunisasi.
Sri Rezeki S Hadinegoro mengatakan, dalam program imunisasi, adanya kejadian ikutan pasca imunisasi atau KIPI merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Petugas medis sendiri sangat berhati-hati saat melakukan imunisasi guna meminimalisir terjadinya KIPI. Sri membagikan reaksi atas munculnya KIPI tersebut berdasarkan beberapa kriteria, yakni reaksi yang terkait dengan vaksin, reaksi yang terkait dengan cacat mutu vaksin, reaksi yang terkait dengan kekeliruan prosedur imunisasi, reaksi kecemasan terkait imunisasi dan kejadian koinsiden.
Adanya Komite Pencegahan dan Pengendalian independen ini akan mengendalikan dan mencegah munculnya KIPI sebagai akibat dari pelaksanaan program imunisasi serta melakukan investigasi dan melaporkan kepada instansi yang terkait, seperti Kementerian Kesehatan di tingkat nasional dan Dinas Kesehatan di tingkat daerah.
"Dan pelaporan tersebut dilakukan secara berjenjang, dari masyarakat ke puskesmas, dinas, tingkat provinsi hingga Kementerian Kesehatan. Jadi jangan takut, semua vaksin yang beredar di Indonesia dipantau dengan baik. Dan ini selalu kita laporkan kepada WHO, bahwa program vaksin yang kita lakukan cukup aman," ujarnya.
Sri Rezeki S Hadinegoro mengatakan, pelaksanaan imunisasi COVID-19 serta penerapan protokol kesehatan secara disiplin dan ketat oleh masyarakat akan mampu menekan penyebaran virus Corona atau COVID-19 di tengah-tengah masyarakat.
Sementara Latief Siregar, jurnalis penyintas COVID-19, mengingatkan bahwa COVID-19 bisa mengenai siapa saja. Latief dalam kesempatan itu juga menceritakan saat dirinya terinfeksi COVID-19 dan telah mengganggu produktivitasnya.
"Selain produktivitas, perasaan yang saya miliki juga ikut terganggu. Perasaan terpenjara, perasaan takut menulari orang lain, dan perasaan-perasaan lain selama di rumah sakit, itu juga telah mengganggu produktivitas saya. Jadi sakit dan pahit sekali kehidupan kalau kita sudah pernah kena COVID-19. Makanya sebagai jurnalis, saya mengimbau teman-teman jurnalis mari kita memberi contoh kepada publik bahwa kena COVID-19 itu bukan kutukan, tapi siapa saja bisa kena ," ujarnya.
Latief juga meminta, ketika vaksinasi atau imunisasi sudah dilakukan, masyarakat jangan sampai melonggarkan protokol kesehatan, khususnya program 3M,yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan. "Itu yang harus tetap kita jalankan dan menjadi habit (kebiasaan) sehari-hari," ujarnya.
Rosarita Niken Widiastuti, Ketua Komunikasi Publik KPCPEN, dalam pembukaan kegiatan berharap lokakarya media tersebut dapat menjadi salah satu bentuk penguatan koordinasi yang dapat meningkatkan pemahaman jurnalis mengenai vaksin dan juga program imunisasi secara umum, juga sebagai sarana memberikan informasi secara singkat mengenai tahapan pengembangan vaksin COVID-19 dan sebagai bentuk upaya pemerintah dalam memastikan keamanan dan efektivitas dari tiap vaksin yang hadir di masyarakat, termasuk Vaksin COVID-19.