Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samosir dinilai kurang bijak dalam melaksanakan persyaratan pemberkasan pencalonan Bupati dan Wakil Bupati Samosir periode 2020-2025, sehingga sampai muncul dugaan dokumen palsu oleh satu calon Wakil Bupati dalam perhelatan Pilkada Samosir.
Hal ini dikatakan, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (FH USU), Dr Mirza Nasution yang dihadirkan tim kuasa hukum Bupati petahana Samosir, Rapidin Simbolon dalam sidang lanjutan gugatan terhadap KPU Samosir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Medan, Senin (2/11/2020) sore.
Mirza yang dihadirkan sebagai saksi ahli bersama 4 orang saksi fakta yakni Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pangururan, Teksin Simbolon dan perwakilan masyarakat Naris Sitanggang serta perwakilan Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Samosir (AMPDS), Tunggul Sitanggang, diawali dengan pembacaan sumpah dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Kamer Togatorop.
"Dalam situasi hukum berbangsa dan bernegara ini segala tuntutan yang disampaikan oleh masyarakat Samosir kepada KPU Samosir seyogyanya harus direspon dengan tujuan untuk mengayomi masyarakatnya," ungkapnya.
BACA JUGA: Rapidin Simbolon Gugat Ijazah Diduga Palsu, Ini Penjelasan Martua Sitanggang
Mirza juga mengakui, sebagai penyelenggara pemilu, seharusnya KPU jangan bekerja minimal, melainkan bekerja lebih baik tanpa harus melewati kewenangan yang sudah ada. Untuk itu ke depan, dia berharap KPU Samosir harus bekerja lebih baik lagi dengan memberikan penjelasan-penjelasan kepada masyarakat yang melakukan protes dan aksi, supaya jangan ada yang terciderai dalam berdemokrasi.
Sementara itu saksi fakta, Naris Sitanggang dihadapan persidangan mengaku, awalnya dirinya merupakan pendukung dari calon wakil bupati, Martua Sitanggang yang berpasangan dengan calon bupati, Vandiko Gultom.
Dia mengatakan, dirinya selalu setia mendampingi Martua untuk melakukan pendaftaran ke partai pendukung. Namun, dalam perjalanan setelah dirinya mengetahui banyak aksi dan protes terhadap ijazah yang diduga palsu milik Martua Sitanggang ia pun tidak lagi memberikan dukungan.
"Data data ijazahnya tidak singkron, lalu saya tinggalkan dan tidak lagi mendukungnya," ujar Naris singkat dihadapan majelis hakim.
Sedangkan saksi fakta lainnya, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pangururan, Teksin Simbolon menerangkan bahwasanya, menurut data yang ada di SMP Negeri 1 Pangururan bahwa salah satu siswa yang tamat pada tahun 1969 yakni Martua Sitanggang bukan Martua S. Dia mengak menurut pengalamannya sebagai guru dari tahun 1994 dan saat ini menjadi kepala sekolah, nama yang sudah ada di ijazah SMP merupakan nama yang sudah tetap dari Ijazah SD.
"Biodata yang kami gunakan untuk melakukan penulisan nama untuk ijazah di tingkat SMP harus berdasarkan data ijazah dari SD, sehingga saat siswa itu masuk ke SMP, maka ijazah SD asli harus turut dilampirkan, demikian juga kalau membutuhkan pengesahan atau leges harus tetap melampirkan ijazah aslinya," jelasnya.
Kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samosir, Sahat Hutagalung didampingi Manombos Pasaribu menilai KPU Samosir sudah melakukan verifikasi administrasi dengan memeriksa kelengkapan dan keabsahan berkas para calon.
"KPU Samosir sudah melakukan petunjuk teknis yang ada pada KPU. Soal itu ijazah palsu KPU tidak paham, yang paham itu penyidik kepolisian karena polisi punya laboratorium kriminalnya," tandasnya.
Sidang terkait ini sendiri, rencananya masih akan berlanjut Selasa (3/11/2020) dengan keterangan ahli dan saksi fakta dari KPU Samosir.
"Benar kami dari KPU Samosir akan menghadirkan saksi ahli dan saksi fakta," tambah Komisioner KPU Samosir, Barita Malau.