Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Joe Biden telah memenangkan perhitungan suara dalam pemilihan presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS). Ia mengalahkan pesaingnya Donald Trump setelah persaingan ketat.
Saat ini, banyak orang bertanya-tanya mengenai kebijakan ekonomi yang bakal ditempuh orang yang pernah menjabat wakil presiden tersebut. Lalu, kebijakan apa saja yang bakal ditempuh Biden dan apa dampaknya ke Indonesia?
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai, Joe Biden merupakan orang yang pro pada lingkungan. Menurutnya, kebijakan ekonomi yang bakal diambil AS akan mempertimbangkan aspek lingkungan.
"Ada dua hal menurut saya bisa saja dampak dari isu climate change zamannya Biden. Pertama, dia akan mencoba impor-impor yang punya teknologi ramah lingkungan. Minyak, gas, CPO, batu bara dan sebagainya yang tidka ramah lingkungan mungkin akan berkurang," katanya, Senin (9/11/2020).
"Tapi di sisi lain ada kemungkinan industri-industri AS yang memiliki dampak lingkungan tinggi, protokol Kyoto nggak berlangsung mereka itu juga akan berpindah, akan memindahkan industri mereka yang tidak ramah lingkungan, kan harus dipatuhi," sambungnya.
Menurutnya, kebijakan Joe Biden ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia jika masih mengekspor barang mentah. Dia bilang, kemungkinan AS akan menerapkan standar tertentu untuk impor.
"Ancaman barang mentah katakan tidak memenuhi syarat lingkungan akan menjadi hambatan. Isunya kalau lingkungan, akan kembali menetapkan kalau kita sebut bukan tarif, tapi non tariff measure. Nanti mereka akan punya SOP atau standar baku produk mereka. Artinya akan semakin ketat memasuki pasar AS," sambungnya.
Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai kemenangan Biden akan menurunkan tensi perang dagang antara AS dan Cina. Kondisi tersebut akan menurunkan kecemasan global akan menurunnya perekonomian.
Meski demikian, itu bukan berarti menjadi penghalang rencana relokasi pabrik-pabrik di Cina. Menurutnya, rencana relokasi pabrik-pabrik di Cina akan tetap berlangsung karena pandemi telah memberikan pelajaran bagi pengusaha untuk tidak hanya mengandalkan rantai pasok dari satu negara.
Dengan kondisi ini, Indonesia pun mesti bersaing. Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ongkos logistik Indonesia yang masih tinggi.
"Ongkos logistik Indonesia dan Vietnam kita harus mengakui ongkos logistik di Vietnam jauh lebih murah dibandingkan Indonesia," katanya.
Maka itu, pemerataan pembangunan dan infrastruktur mesti digenjot. Bukan hanya itu, percepatan pengecekan di pelabuhan juga mesti dipercepat, serta peningkatan kompetensi pada tenaga kerja.
"Hal lain yang tak kalah penting daya saing tenaga kerja kalau kita melihat beberapa tahun terakhir Vietnam memang sangat gencar meningkatkan daya saing tenaga kerja melalui banyak pelatihan. Saya kira kemudian menjadikan mereka lebih terampil," jelasnya.(dtf)