Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sibolga. Saat ini, Pemkot Sibolga telah banyak membangun fasilitas penunjang objek wisata di kawasan Pelabuhan Lama Sibolga. Seiring berjalannya waktu, objek wisata ini ramai dikunjungi warga. Ada yang sekadar jalan-jalan, ada juga yang sengaja datang untuk menikmati sensasi mandi air laut. Momen keramaian itu pun dimanfaatkan sebagian warga untuk berdagang kuliner di komplek Pelabuhan Lama Sibolga.
Namun belakangan, sebanyak 40 pedagang yang berjualan di komplek Pelabuhan Lama Sibolga itu meradang, karena harus membayar lapak dagangan hingga mencapai Rp 30.000 per hari.
Informasi ini akhirnya memancing amarah Wakil Ketua DPRD Sibolga, Jamil Zeb Tumori. Dia sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan Dinas Pariwisata Sibolga selaku pihak pengelola objek wisata Pelabuhan Lama.
“Minggu pagi kemarin, saya mandi laut di lokasi Pelabuhan Lama Sibolga, ada warga pedagang yang mengeluh tak sanggup bayar lapak Rp30.000 per hari,” ungkap Jamil Zeb Tumori, kepada wartawan, Senin (16/11/2020).
Bahkan, pedagang itu memilih untuk berhenti saja berjualan di lokasi tersebut. Pasalnya, pedagang itu mengaku, rerata omsetnya perhari cuma Rp100.000.
“Ongkos becak dari rumahnya ke lokasi jualan pulang pergi sudah Rp30.000. Kalau harus bayar Rp30.000 lagi untuk tempat jualan, maka habislah pendapatannya. Jangankan untung, modal usahanya pun tak kembali, alias buntung,” ketus Jamil.
Seharusnya, Dinas Pariwisata Sibolga jangan membuat rakyat makin susah. Apalagi menjelang berakhirnya masa jabatan Wali Kota Syarfi Hutauruk. “Tentu saja, hal ini bisa menjadi preseden buruk terhadap kinerja Wali Kota Sibolga,” katanya.
Menurut Jamil, ide pengembangan kawasan Pelabuhan Lama Sibolga itu adalah termasuk gagasan pihaknya (DPRD). Jangan pula rakyat dibikin susah dengan kutipan tidak wajar.
Seharusnya Pemkot Sibolga Cq Dinas Pariwisata memberikan fasilitas yang nyaman bagi kelangsungan usaha rakyat, bukan malah membebaninya. Terlebih di masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan hingga saat ini.
“Sudahlah bantuan Covid-19 tahap 2 dan 3 tidak disalurkan, rakyat yang ingin berusaha pun dibebani. Ini namanya penindasan terhadap pedagang kecil,” beber dia.
Pun demikian, kalau rakyat sudah nyaman berusaha, barulah dikutip retribusinya. Sesuai Perda, besarannya itu cuma Rp 3.000 per meter persegi. “Bukannya dipatok seperti ini, Rp 30.000 per hari. Setahu kami, target PAD di lokasi Pelabuhan Lama Sibolga ini cuma Rp 55 juta per tahun,” terang Jamil.
Jamil kemudian menjumlahkan nilai kutipan ke pedagang tersebut. 40 pedagang dikali Rp 30.000 perhari, maka setahun (365 hari) hasilnya itu mencapai Rp 438 juta.
Dia menambahkan, kalau persoalan ini masih berlarut, DPRD Sibolga segera memanggil Pj Kadis Pariwisata Sibolga.
Pj Kadis Pariwisata Sibolga, Rahmat Tarihoran kepada wartawan mengaku heran, darimana muncul angka Rp30.000 yang disebut-sebut sebagai kutipan ke pedagang.
Rahmat menjelaskan, sebenarnya objek wisata Pelabuhan Lama Sibolga tersebut telah diserahkan pengelolaannya kepada pihak ketiga.
“Ini (iuran) sebenarnya masih wacana antara pihak ketiga dengan pedagang yang ada di sana. Dalam rapat ditawarkan biaya untuk penataan sebesar Rp 50.000. Karena terlampau mahal, diajukan para pedagang agar setegahnya saja, yaitu Rp 25.000,” kata Rahmat, Senin siang.
Dia menjelaskan, kondisi para pedagang di Pelabuhan Lama Sibolga kurang teratur. Sehingga pihak ketiga yang mengelola pelabuhan lama itu menawarkan penataan bagi para pedagang.
Penataan yang ditawarkan pihak ketiga, yaitu penyediaan tempat berjualan, penyediaan arus listrik, dan kebersihan lokasi jualan.
Menurut Tarihoran, belum ada kesepakatan untuk iuran tersebut karena baru wacana. Kalau pun ada kesepakatan, bukan Dinas Pariwisata yang mengutip, melainkan pihak ketiga ke pedagang.
“Jadi perlu saya tegaskan, belum ada pengutipan seperti yang ramai dibahas saat ini. Kita juga akan mengadakan rapat hari ini dengan pihak ketiga dan juga pedagang,” tuturnya.