Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta Presiden RI Joko Widodo membatalkan pengaktifan calling visa untuk Israel. Apalagi, sebelum ini Jokowi pernah menyatakan secara terbuka seruan boikot terhadap Israel, sebagai bentuk dukungan atas perjuangan Palestina.
"Pada 2016, Presiden Jokowi secara heroik menyerukan dan mengajak negara-negara muslim di KTT Organisasi Kerja Sama Islam untuk memboikot Israel. Seharusnya seruan ini sungguh-sungguh diperjuangkan oleh pemerintah RI, bukan malah mengaktifkan calling visa untuk Israel," ujar HNW dalam keterangannya, Kamis (26/11/2020).
Diketahui pelayanan visa elektronik (e-Visa) bagi orang asing subjek calling visa telah dibuka kembali oleh Kemenkumham pada Senin (23/11). Ada 8 negara calling visa yang telah ditetapkan pemerintah. Kedelapan negara tersebut antara lain, Afghanistan, Guinea, Israel, Korea Utara, Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Somalia.
Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyebutkan negara calling visa adalah negara yang kondisi atau keadaan negaranya dinilai mempunyai tingkat kerawanan tertentu. Ditinjau dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara, dan aspek keimigrasian.
Namun, HNW khawatir dengan pengaktifan kembali calling visa untuk Israel ini bisa berlanjut kepada normalisasi hubungan dan pembukaan hubungan diplomatik kedua negara. Sebab, sejak era Presiden Soekarno normalisasi itu sudah ditolak.
"Bung Karno pernah menegaskan bahwa selama Israel masih menjajah Palestina, maka selama itu juga Indonesia tidak membuka hubungan dengan Israel," ujarnya.
Ia mengingatkan pernyataan Presiden Soekarno, itu bisa dipahami karena sesuai dengan amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
"Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan," imbuhnya.
Faktanya, Israel masih menjajah Palestina. Sementara Presiden Jokowi juga pernah mengatakan Indonesia masih punya hutang, yaitu kemerdekaan Palestina.
Sebab, dari semua negara yang diundang hadiri KTT Asia Afrika di Bandung pada 1955, semua negara itu sudah merdeka, kecuali Palestina. Menurut HNW itulah yang mestinya menjadi fokus pemerintah.
Indonesia bahkan perlu memaksimalkan usaha tersebut, baik dalam posisinya sebagai anggota tidak tetap di DK PBB, maupun sebagai anggota Dewan HAM. Ia pun meminta Jokowi segera memerintahkan Dirjen Imigrasi untuk membatalkan proyek calling visa Israel.
Ia menuturkan normalisasi hubungan dengan Israel tidak akan berhasil menciptakan Palestina merdeka. Hal itu terbukti, merujuk kepada pengalaman negara-negara yang sudah membuka hubungan dengan Israel.
"Belakangan, sesudah normalisasi dengan sejumlah negara, seperti Uni Emirat Arab, PM Israel Netanyahu bukan menyatakan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara merdeka dengan ibukota Yerusalem Timur, tapi malah menegaskan klaim bahwa Israel adalah negara bagi bangsa Yahudi saja. Dan Yerusalem seutuhnya adalah ibukota Israel. Karenanya wajar kalau Palestina adalah pihak pertama yg selalu menolak normalisasi hubungan dengan Israel," tukasnya.
HNW berharap Jokowi mengarahkan Indonesia untuk bergabung dalam gerakan internasional Boycott Divestment and Sanctions (BDS) bagi produk Israel dari kependudukan ilegal. Selain itu, lanjutnya, perlu juga membina hubungan dengan sejumlah negara yang pro terhadap hak asasi manusia, seperti Irlandia yang sedang menyiapkan RUU Boikot Produk Israel.
"Konstitusi kita menyebut bahwa Indonesia adalah negara hukum yang menghormati HAM. Banyak pasal dalam UUD NRI 1945 yang mengatur hak asasi manusia. Saatnya Indonesia juga ikut menegakan hukum internasional agar ditegakkan terhadap Israel, sekaligus membela kemerdekaan Palestina dan hak asasi manusia rakyat Palestina yang selalu dilanggar oleh Israel," pungkasnya. dtc