Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Bermula dari jadwal terbang ke Jakarta karena urusan pekerjaan, Gunawan, warga Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara, dikonfirmasi positif Covid-19 pada Juni 2020.
Berprofesi sebagai seorang dosen sekaligus konsultan di sejumlah perusahaan ternama di Indonesia, ia juga mempunyai usaha di bidang perdagangan pangan yang berkantor pusat di Jakarta. Hal itu juga yang membuatnya tetap melakukan perjalanan ke luar kota, khususnya ke Jakarta di tengah pandemi Covid-19.
Setidaknya, sebelum pandemi Covid-19, ia bisa empat kali pulang pergi Medan-Jakarta setiap bulannya. Bahkan dalam kondisi tertentu, ia bisa pergi subuh dan pulang malam untuk memenuhi jadwal rutinitasnya tersebut.
Saat adanya temuan kasus Covid-19 di tanah air pada Maret 2020, disaat itu Gun, sapaan akrab Gunawan, menilai hidupnya khususnya rutinitas yang ia lakukan akan terhenti. Dan dugaannya benar meskipun tidak 100%. Namun aktivitas yang ia lakukan kala itu turun 80%. Aktivitas mengajar dialihkan dalam bentuk daring, jasa konsultasi dilakukan dengan daring dan aktivitas bisnisnya juga terpaksa dihentikan sementara, meksipun belakangan sudah mulai pulih.
Akan tetapi, di tengah pandemi Covid-19 pada Juni 2020, ia harus ke Jakarta. Dan seumur hidup, baru kali ini ia melihat untuk perjalanan ke Jakarta harus melewati banyak tahapan. Mulai memakai masker, menjaga jarak, cuci tangan, di-cek suhu tubuhnya dan yang tak kalah penting memiliki surat rujukan hasil rapid test yang menyatakan non reaktif.
Nah, bermula dari keharusan memiliki rujukan non reaktif, ia pun melakukan rapid test. Berdasarkan tiket yang sudah dibeli, jadwal berangkatnya adalah di salah satu Minggu sore pada Juni 2020. Di Minggu paginya, ia berinisiatif untuk melakukan rapid test untuk menghindari segala kemungkinan buruk atau antrian pemeriksaan yang panjang saat di bandara.
"Dan hasilnya kala itu, sangat disayangkan, saya reaktif. Untuk memastikan saya reaktif, dokter setidaknya menghabiskan empat buah alat rapid test. Dan saya di tes sebanyak tiga kali untuk selang waktu yang berbeda dan semua hasilnya reaktif," cerita Gun.
Karena berstatus reaktif, dokter pun memasukkannya ke ruang IGD untuk diwawancarai beberapa hal. Dokter menyampaikan bahwa ciri-ciri mereka yang positif Covid-19 berdasarkan pengalaman sang Dokter adalah kepala terasa oyong, indera penciuman hilang, sering demam, selera makan turun dan ada masalah lainnya jika punya penyakit bawaan khususnya pernafasan.
"Kala dokter menanyakan apakah saya tengah mengalami ciri-ciri tersebut, saya gugup, yang pada akhirnya saya jawab tidak. Saya hanya diam saja. Karena apa yang disebutkan dokter tersebut tengah saya alami saat itu. Dokter pun langsung menyarankan saya agar ikut swab test. Dimana ini gratis, tidak dipungut biaya. Dan dia akan langsung menghubungi tim Gugus Tugas Covid-19. Lagi-lagi saya semakin cemas, dihinggapi rasa takut. Penyakit yang saya derita saat itu seakan-akan semakin memburuk," tutur Gun sembari menarik napas, karena terbayang ketakutannya saat itu.
Meski dihinggapi rasa takut, akhirnya Gun melakukan swab test namun menolak untuk isolasi di rumah sakit. Ia lebih memilih untuk isolasi mandiri. Dan sangat terpaksa perjalanan ke Jakarta harus ia batalkan, padahal sudah melakukan pembelian tiket sebelumnya.
Berbekal obat dari dokter untuk menjaga daya tahan tubuh, menurunkan panas, untuk lambung dan tambahan multivitamin lainnya, Gun pun sempat bimbang harus isolasi dimana, karena tidak berani untuk isolasi di rumah sakit. Sementara hotel atau tempat penginapan tutup saat itu. Namun jika pulang ke rumah, ia teringat semua anggota keluarga termasuk orang tuanya yang kebetulan tengah tinggal bersamanya. Demi keselamatan bersama akhirnya ia menelepon istrinya untuk mengemas pakaian setidaknya 7 pasang. Dan juga turut membawakan laptop.
"Saya jelaskan secara rinci apa yang tengah saya alami seraya meminta dia untuk tidak terlalu cemas. Selang beberapa waktu, pakaian yang sudah dikemas tersebut dikirim ke saya. Seraya menyatakan saya akan mengisolasi diri, nanti dimana tempat isolasinya saya akan kabarkan lebih lanjut," kisah Gun.
Setelah lama berpikir, Gun akhirnya memutuskan untuk menjumpai kerabatnya yang seorang petani di suatu wilayah di Deliserdang. Ia menjelaskan secara rinci apa yang dialaminya dan kerabatnya pun membantu dengan meminjamkan gubuknya.
Gubuk tersebut berjarak sekitar 150 hingga 250 meter dari rumahnya. Berada di tengah sawah dan ladang. Namun sialnya, tidak ada jaringan listrik. Jadi terpaksa ia harus meminta kerabatnya untuk membeli kabel listrik yang bisa tersambung hingga ke gubuk. Tidak behenti disitu, masalah air yang kurang bersih membuatnya kesulitan mendapatkan air.
Untuk makan, ia membeli lewat pesanan, dan kerabatnya juga sering mengirim makanan meskipun dengan cara dibungkus. Untuk mengusir nyamuk kala malam hari, ia harus menggunakan obat nyamuk bakar. "Sayangnya, gubuk tersebut juga sering dilalui petani yang hanya lewat untuk menuju ladangnya. Banyak yang bertanya-tanya dan keresahan juga melanda teman saya tersebut. Hanya bertahan dua hari di gubuk tersebut, saya pun memutuskan untuk pindah. Dan kerabat saya petani lain di wilayah pengunungan punya tempat yang lebih pas buat saya," kata Gun.
Nah, begitu nyampai di ladang tempat temannya di salah satu daerah pegunungan, tepat di lereng bukit sebelah sungai yang jernih, ada gubuk yang jauh dari pemukiman dan jarang sekali dilalui orang. Meskipun sinyal telepon sangat sulit dijangkau. Jadi kalau ada rapat melalui zoom atau mengajar melalui meet, ia harus turun gunung sejauh lebih kurang 3 km untuk mendapatkan sinyal yang bagus.
Waktu terus berlalu dan setelah 10 hari ia melakukan rapid test dan hasilnya non reaktif. Kala itu, gejala penyakit yang ia alami sudah tidak dirasakan lagi. "Hidung saya kembali normal, demam tidak terjadi lagi, tidak terasa oyong, selera makan kembali pulih dan saya merasa kembali normal kembali," katanya.
Setelahnya, ia melakukan test swab dan hasilnya negatif. Lalu ia kembali ke rumah. Namun ketika sampai di rumah, ia pun mencuci kendaraan dan semua pakaian termasuk koper. Sebelumnya sudah mandi dulu, namun tidak langsung berinteraksi dengan keluarga. Setidaknya, ia menghabiskan tiga hari tanpa interaksi intens dengan anggota keluarganya. Dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M, hingga sekarang tidak ada satupun anggota keluarganya mengalami gejala penyakit seperti yang ia alami dan semuanya bebas dari Covid-19.
"Sekarang memang pemahaman masyarakat mengenai Covid-19 sudah lebih terbuka. Sebelumnya kan punya stigma negatif yang membuat seseorang yang positif menjadi ketakutan. Padahal itu yang membuat daya tahan tubuh drop. Jadi sosialisasi dan edukasi mengenai Covid-19 memang masih harus ditingkatkan. Dan perlu diingat, Covid-19 itu juga bukan penyakit remeh. Karenanya, disiplin menerapkan prokes itu harus. Tidak bisa ditawar-tawar," pungkas Gun seraya menambahkan positif Covid-19 membuatnya merasakan pengalaman yang belum pernah dirasakannya.