Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Hasil akhir uji klinis vaksin COVID-19 Moderna akhirnya keluar, menunjukkan efektivitas hingga 94 persen. Dari hasil tersebut, ditemukan tak ada orang yang diberikan vaksin COVID-19 lalu mengalami penyakit parah.
Seperti Pfizer-BioNTech, vaksin COVID-19 Moderna menggunakan teknologi mRNA baru (messenger RNA) untuk mengembangkan vaksin mereka, melibatkan kode genetik virus daripada bagian yang dimatikan atau dilemahkan. Kedua perusahaan telah mengumumkan hasil yang luar biasa dan sangat mirip.
Sementara analisis data akhir vaksin COVID-19 Pfizer dinilai manjur 95 persen. Analisis fase 3 vaksin COVID-19 Moderna melibatkan 30.000 orang di Amerika Serikat.
Setengahnya diberi vaksin COVID-19 Moderna dan setengahnya lagi menerima plasebo, 196 di antaranya ditemukan jatuh sakit. Tiga puluh orang menjadi sakit parah dan satu meninggal, tetapi tidak satupun dari mereka yang telah diberi vaksin Moderna.
Uji coba vaksin COVID-19 Moderna melibatkan sejumlah besar orang dalam kelompok paling berisiko, dengan 7 ribu orang berusia di atas 65 tahun dan lebih dari 5 ribu orang yang lebih muda dengan penyakit kronis, seperti diabetes, obesitas parah, dan penyakit jantung.
Studi ini juga melibatkan 11 ribu orang dari komunitas etnis kulit hitam, Asia, dan minoritas yang merupakan 37 persen, proporsi yang sama dengan populasi AS. Ada 33 orang dewasa yang lebih tua, efek samping yang umum dikeluhkan adalah sakit lengan, sakit kepala dan kelelahan.
"Data uji coba vaksin COVID-19 Moderna secara lengkap belum dirilis, tetapi akan diterbitkan dalam jurnal peer-review pada waktunya," kata Moderna.
"Analisis primer yang positif ini menegaskan kemampuan vaksin kami untuk mencegah penyakit COVID-19 dengan kemanjuran 94,1 persen dan, yang terpenting, kemampuan untuk mencegah penyakit COVID-19 yang parah. Kami yakin vaksin kami akan memberikan alat baru dan canggih yang dapat mengubah jalannya pandemi ini dan membantu mencegah penyakit parah, rawat inap, dan kematian," kata Stephane Bancel, CEO Moderna.(dth)