Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pandemi virus Corona atau Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) tidak hanya berdampak bagi kesehatan masyarakat, namun juga hingga bidang ekonomi dan sosial. Intervensi yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat bertujuan agar warga tetap sehat dan produktif. Perlu kesadaran dari masyarakat bahwa kesehatan merupakan aset terpenting dan investasi masa depan.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. H. Mohammad Subuh MPPM, mengatakan, jika peristiwa global public health seperti pandemi COVID-19 ini terjadi, tentu ada persoalan yang harus diantisipasi oleh sebuah negara hingga ke tatanan individu. Hal ini disebabkan masalah itu menimbulkan berbagai efek.
"Pertama tentu kita berhadapan dengan masalah kesehatan. Kemudian perekonomian mulai terdampak dan saya lihat keamanan juga sudah mulai terganggu," ujarnya dalam Dialog Produktif dengan tema Pencegahan dan Pengobatan yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (1/12/2020).
Mohammad Subuh mengatakan, dari sudut pandang ekonomi, terbatasnya sumber daya pemerintah dibidang kesehatan maupun anggaran membuat pandemi COVID-19 harus dikendalikan. Karena itu, upaya menyehatkan masyarakat harus menjadi prioritas. “Pemerintah kita sudah all out, dari sektor kesehatan dananya begitu besar, stimulus perekonomian juga dananya besar. Tujuannya satu, ingin menyehatkan individu, karena kalau individu sehat, akan membuat produktivitas meningkat, sehingga pendapatan individu meningkat, dan berdampak pendapatan negara juga ikut meningkat. Jadi dengan melindungi kesehatan, kita juga melindungi negara”, jelasnya.
Diketahui jika perawatan pasien COVID-19 membutuhkan biaya besar, rata-rata Rp 184 juta per orang. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan ini karena memerlukan perawatan secara khusus, “Kalau memerlukan perawatan misalnya ICU itu satu hari Rp 15 juta, apalagi menggunakan ventilator. Kemudian apabila ada penyakit penyerta, ditambah lagi rata-ratanya menjadi Rp 17 juta per hari. Kondisi ini yang harus dihindari, semua biaya saat ini tanggung jawab negara. Namun kita ada batasnya yang tadi saya sebut sumber dayanya terbatas. Oleh karena itu sumber daya yang ada ini kita optimalkan dengan upaya-upaya pencegahan," ujarnya.
dr Subuh mengatakan, ilmu ekonomi kesehatan mengenal istilah externality, dan vaksin termasuk dalam externality positif. “Nilai externality pada vaksin ini sangat besar sekali, karena saat kita menerima vaksin, tidak hanya melindungi diri sendiri tapi juga orang lain. Dalam bidang kesehatan, faktor externality positif adalah upaya-upaya pencegahan yang kita lakukan, dan salah satunya dalam bidang kesehatan disebut perlindungan spesifik adalah imunisasi," tuturnya.
Individu perlu menyadari bahwa aset terpenting adalah kesehatan. Selain itu perlu disadari bahwa dan kesehatan adalah investasi jangka panjang. Terkait adanya keraguan sebagian kecil masyarakat mengenai vaksin, dr. Subuh menjelaskan, selama ini 1.620 relawan yang melakukan uji klinik vaksin COVID-19 fase III di Bandung tidak menemui kendala yang berarti, artinya baik-baik saja.
Kemudian pemerintah juga akan mendatangkan vaksin dari luar negeri yang sudah selesai melakukan uji klinik fase III. Yang juga penting digarisbawahi adalah, pemerintah sudah melakukan simulasi, sebagai bentuk uji coba untuk menimbulkan kepercayaan.
Di Bogor, Presiden terlibat langsung dalam simulasi. Kemudian di Kerawang, Wakil Presiden. Ini berarti pemerintah sangat serius mempersiapkan, sehingga nanti ketika vaksin datang kita sudah siap melakukan vaksinasi”, ujarnya.
Meski nantinya vaksin dari luar negeri akan tiba, program vaksinasi ini perlu proses terlebih dahulu, terutama mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Negara memiliki kewenang tersendiri dan otorisasi mandiri untuk memberikan izin peredaran suatu obat, tapi tentu mengedepankan azas kehati-hatian mempertimbangkan keamanan, efektivitas, dan kehalalannya.
“Pada saat ini pemulihan kesehatan dan ekonomi bisa dilakukan dengan menjaga budaya 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak), karena tanpa upaya seperti ini maka pemulihan ekonomi Indonesia sangat sulit. Bagi masyarakat tidak perlu ragu, saat vaksin datang, pasti sudah dijamin proses memastikan keamanan dan efektivitasnya”, tutur dr. Subuh.