Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui ganja untuk keperluan medis. Politikus PKS Rafli Kande menyoroti adanya penemuan lahan ganja di Aceh.
"Di Aceh setiap tahun ada selalu penemuan lahan ganja yang berpuluh puluh hektare, tentu dan pasti yang tidak ditemukan masih ada lagi," kata Rafli kepada wartawan, Jumat (4/12/2020).
Anggota Komisi VI DPR RI ini berharap lahan tersebut dapat dikelola secara benar. Menurutnya, hal itu akan membuat masyarakat setempat sejahtera.
"Seandainya itu dikelola dengan benar, masyarakat sejahtera penegak hukum tidak repot," ujarnya.
Menurut Rafli keputusan PBB yang melegalkan ganja untuk keperluan medis dapat membuka ruang penelitian terkait manfaat ganja di bidang medis. Ia juga mempersilakan pemerintah Indonesia untuk ikut mempelajari ganja untuk keperluan medis.
"Ya putusan itu jelas membuka ruang penelitian lebih dalam untuk dunia medis di semua negara," ujar Rafli.
"Silakan aja pemerintah Indonesia pelajari," imbuhnya.
Anggota Dewan dari daerah pemilihan (dapil) Aceh I ini mengatakan dia mendukung penggunaan ganja di bidang medis. Bahkan ia sudah terlibat menyuarakan itu sejak dia menjabat anggota DPD RI.
"Kita sudah dorong itu sejak kita masih di DPD RI, silakan cari berita kita saat rombongan teman-teman DPD RI ke Aceh saya minta untuk jadi pilot project ganja Aceh untuk khusus kebutuhan medis dan menjadi pusat kajian ilmiah seperti yang sudah dilakukan oleh beberapa negara," ujarnya.
Menurut Rafli, kalau pemerintah mau serius dan berfokus menggunakan ganja dalam bidang medis, diperlukan juga regulasi ketat terkait pengaturan ganja.
"Kalau kita mau fokus dan serius, ya tinggal diatur regulasi yang bagus secara khusus dan ketat dari hulu ke hilirnya," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya memutuskan menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia, dan disetujui untuk keperluan medis. Keputusan ini diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota.
Dari 53 negara, sebanyak 27 suara mendukung dan mengizinkan ganja untuk penggunaan medis. Sementara 25 suara lainnya merasa keberatan dan satu abstain. Perubahan kategori ini dilakukan untuk mempermudah jalan industri medis menggunakan ganja untuk keperluan pengobatan.
Menurut peneliti dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balitbangtan, Dr Evi Savitri, penggunaan ganja seperti di Indonesia memang sudah diatur sebagai narkotika golongan 1, yang artinya untuk keperluan pengobatan pun tidak diperbolehkan. Namun tetap ada peluang untuk mengembangkan ganja medis.
"Tetapi untuk pengembangan medis masih ada peluang selama itu dilakukan oleh lembaga yang memang kompeten memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penelitian," jelas Dr Evi saat dihubungi detikcom Jumat (4/12).
"Jadi sebenarnya juga kita ada (penelitian) walaupun kecil, tetapi memang mungkin tidak diumumkan secara ini ke publik," bebernya.dtc