Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tampaknya, Sinode Godang ke-65 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang seharusnya dilaksanakan pada 19-25 Oktober 2020 tetap akan dilaksanakan 9-13 Desember 2020. Karena sampai sejauh ini, tidak ada kabar penundaan pelaksanaannya. Begitu juga tidak ada terdengar tindakan alternatif lain supaya sinode dilakukan secara virtual. Sinode godang tetap harus dilakukan di tengah maraknya pandemi.
Sinode godang adalah pesta besar yang selalu menuai banyak perhatian jemaat HKBP hingga seluruh dunia. Karena dalam kegiatan ini dilakukan pengambilankeputusan untuk memilih pucuk pimpinan tertinggi HKBP, yaitu ephorus dan jajarannya. Tentu saja, tidak hanya calon-calon pemimpin yang merasa tegang dan tersita pikirannya dari jauh-jauh hari. Setiap perwakilan gereja seperti pendeta dari setiap resort yang akan turut memberikan suara juga demikian. Karena pilihan dari mereka akan menentukan bagaimana kebijakan dan program gereja lima tahun yang akan datang.
Bertempat di Seminarium, yang berada di Kota Sipoholon, Tapanuli Utara, akan menjadi tempat diselenggarakannya kegiatan ini sekaligus lokasi peristirahatan bagi ribuan orang yang datang dari penjuru dunia. Saya yakin, pada kegiatan yang dilaksanakan di tengah pandemi ini, para perwakilan dari gereja-gereja HKBP akan mematuhi kebijakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Baik selama kegiatan maupun sebelum kegiatan dilangsungkan. Tiga syarat utama, menggunakan masker, mencuci tangan, dan yang terakhir saya ragu, untuk menjaga jarak. Bagaimanapun syarat-syarat protokol kesehatan ini harus disiplin dilakukan supaya pesta besar ini dapat berlangsung dengan aman dan sehat.
Hanya, yang seharusnya menjadi perhatian bersama, bagaimana kegiatan ini dapat dilaksanakan ketika seluruh umat khususnya umat Kristen di Indonesia masih berduka atas tragedi pembunuhan sadis satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah. Pembunuhan sadis yang dipimpin Ali Kalora Cs ini sungguh kejam, memilukan dan tidak manusiawi.
Di sini saya tidak akan menguraikan fakta mengapa pembunuhan dilakukan. Namun, sudah sepatutnya kita sebagai warga negara Indonesia ambil perhatian pada masalah ini. Karena ini soal intoleransi agama yang sungguh mengkhawatirkan. Krisis peristiwa ini di Indonesia sudah tidak satu, dua kejadian lagi.
Tidak selalu perilaku intoleransi agama dilakukan secara nonverbal. Secara verbal juga ada dan itu pun dapat membunuh karakter seseorang juga. Melalui percakapan sehari-hari yang sarat akan kebencian dapat mempengaruhi seseorang dalam bertindak untuk menyakiti hak asasi manusia.
Kita harus intropeksi diri sebab pelaku intoleransi agama itu pun tidak hanya kita sebagai masyarakat. Parahnya, tokoh agama penting itu sendiri juga. Sebagai pendengar, tanpa disadari ceramah yang kita dengar itu menunjukkan sikap ketidaktoleransian kita pada situasi yang tidak menyenangkan kita sebagai kaum minoritas.
Sampai sejauh ini, tidak ada yang mengukur tingkat intoleransi agama di Indonesia. Namun, ada sebuah laporan Social Progress Indeks yang dapat mengukur kualitas kemajuan sosial dari suatu negara. Dari 100, skor toleransi dan inklusi di Indonesia berada pada angka 35,87 pada tahun 2018. Dari 128 negara, Indonesia berada pada posisi 117 soal sikap toleransi dalam bermasyarakat. Menyedihkan sekali.
Adapun subkomponen toleransi dan inklusi itu sendiri yaitu toleransi beragama, toleransi terhadap migran, toleransi diskriminasi dan kekerasan minoritas, dan toleransi jaringan keamanan masyarakat.
Peristiwa yang terjadi di Sigi juga bisa dimasukkan pada masalah ketidaktoleransian agama terlepas dari soal menyoal pelanggaran Hak Asasi Manusia. Seharusnya yang menjadi perhatian lebih dulu oleh warga Kristen di dunia terkhususnya oleh warga jemaat HKBP. Bagaimana kita sebagai umat gereja tidak menjadi pelaku teror dan memberantas teror yang terus menghantui di lapisan masyarakat.
Sebagai masyarakat, mungkin saat ini kita tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kita dapat mengadakan doa syafaat untuk mendoakan keluarga korban, juga mendoakan keselamatan mereka yang tinggal di pedalaman-pedalaman Indonesia yang berkemungkinan juga dikecam oleh kelompok teror, keberpihakan pihak gereja untuk turut bekerja sama dengan pemerintah dalam membasmi dan menyelesaikan kelompok-kelompok teror yang terus menjalar, dan yang terpenting mendoakan keutuhan NRI kita ini.
Hal ini juga disampaikan dalam salah satu ayat di Alkitab bahwa sebagai warga negara seharusnya kita turut mengambil bagian dalam penderitaan mereka yang tertulis pada 1 Petrus 5:9, ”Lawanlah dia dengan iman yang teguh. Sebab, kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama”. Saya rasa pesan-pesan suci seperti ini selalu diajarkan kepada kita yang menganut agamanya masing-masing.
====
Penulis warga jemaat HKBP dan bergabung pada Perkamen (Perhimpunan Suka Menulis).
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]