Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pernyataan Juru Bicara Tim Bobby- Aulia, Sugiat Santoso, yang menyebutkan langkah Tim Akhyar-Salman untuk mendaftarkan gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Medan 2020 kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai konyol dan memalukan sangat disayangkan. Sejauh pemohon dapat membuktikan adanya kecurangan manipulasi suara , maka MK diyakini akan memenangkan gugatan yang disampaikan pemohon .
"Pasal 158 UU Pilkada dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi ( PMK ) yang baru yakni No 6 Tahun 2020, terkait jumlah persentase suara dalam pilkada akan dinilai Hakim MK di akhir perkara, bukan di awal perkara. Artinya Hakim MK akan menguji perkara di pengadilan, menggali dulu informasi, mencari bukti-bukti, memperoleh keterangan dari Para Pihak, barulah Hakim MK membuat keputusan ," ujar Suryani Paskah Naiborhu.
Hal ini berbeda dengan PMK yang lama, yaitu No 5 Tahun 2020, dimana penilaian terhadap perolehan jumlah persentase suara Pilkada akan dinilai pada awal perkara.
"Karena itu saya melihat sepertinya Pak Sugiat Santoso perlu belajar lagi tentang MK," tuturnya.
MK tidak hanya merujuk pada angka-angka yang tertera dalam bukti-bukti yang dibawa oleh semua pihak berperkara baik itu KPU, Bawaslu atau Pemohon, MK akan menelisik angka-angka tersebut.
Hal itu disampaikan Suryani Paskah Naiborhu, Alumnus FISIP USU, Minggu (20/12/2020), menanggapi pernyataan Juru Bicara Tim Bobby- Aulia, Sugiat Santoso, atas langkah pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasution dan Salman Alfarisi, yang mendaftarkan sengketa Pilkada Kota Medan ke MK, beberapa waktu lalu.
"MK bukan Mahkamah Kalkulator. Siapapun pemohon jika berhasil membuktikan adanya suatu kecurangan misalkan di TPS suara paslon pemohon 200 suara, di PPK jadi 150 suara, di KPU jadi 100 suara dalam sebuah pilkada, pasti MK akan memenangkan pemohon tersebut. Namun sebaliknya jika tidak bisa dibuktikan maka MK akan menolak gugatan pemohon . Jadi MK itu bukan hanya melihat dari selisih persentase, tapi juga melihat apakah ada suatu manipulasi di pilkada tersebut atau tidak. Hal ini juga sudah disampaikan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Aswanto di awal November 2020 lalu," tuturnya.
"MK juga bukan lembaga stempel, karena MK tidak akan langsung mengamini apa yang tertera dalam putusan KPU yang memenangkan paslon tertentu di Pilkada khususnya berupa selisih perolehan suara yang telah dikonversi menjadi persentase," ujar Suryani Paskah Naiborhu.
"Apabila data yang disampaikan ke MK memang bisa membuktikan adanya kecurangan maka saya yakin MK akan mengabulkan permohonan pemohon, dalam hal ini Paslon Akhyar Nasution-Salman Alfarisi. Begitu juga dengan sebaliknya," ujarnya.