Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Tahun 2020 benar-benar menjadi tahun yang pahit karena realisasi pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh positif di kuartal pertama. Selebihnya terjadi kontraksi yang menggiring pada resesi ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di triwulan-III dan diperkirakan di triwulan-IV 2020 juga tumbuh negatif.
Baik nasional maupun Sumatra Utara (Sumut) tahun 2020 menggiring aktivitas ekonomi pada masalah besar. Dimana mobilitas masyarakat mengalami tekanan dan memicu terjadinya pukulan berat pada daya beli masyarakat.
Begitupun, sebagian masyarakat Sumut masih bisa bersyukur di tengah pandemi covid-19 yang memicu terjadinya resesi. Sejumlah masyarakat yang tetap diuntungkan selama pandemic Covid-19 adalah petani sawit. Harga TBS sebelum pandemi yang berada dikisaran Rp 1.200/kg, saat ini menikmati keuntungan karena harga TBS sawit naik ke Rp 1.800 hingga Rp 2.100/kg.
"Kenaikan harga TBS tersebut seiring dengan harga CPO yang naik dari kisaran RM 2.300-an/metrik ton menjadi RM 3.400/metrik ton saat ini," kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Senin (28/12/2020).
Sementara itu, sejumlah pelaku usaha mikro lainnya seperti pedagang tanaman dan ikan hias juga diuntungkan selama pandemi Covid-19. Ada kenaikan omset penjualan yang meroket hingga 300% dari hari biasanya. Akan tetapi, jika dihitung secara total, pandemi Covid-19 yang membuat resesi ekonomi tentunya menjadi malapetaka bagi ekonomi Sumut di 2020 ini.
Selama pandemi, daya beli masyarakat terpukul karena banyak yang kehilangan pekerjaannya. Pemerintah mensiasatinya dengan sejumlah program bantuan sosial. Bank Indonesia (BI) terus mencetak uang guna membantu fiskal pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Sinergi BI dan Pemerintah sejauh ini ampuh dalam meminimalisir resesi karena pandemi, serta membuat inflasi juga terkendali.
Meskipun di tengah kondisi sulit seperti sekarang ini, hutang pemerintah terus mengalami kenaikan atau tren naik. Hutang memang benar-benar dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang terpapar pandemi Covid-19. Kombinasi hutang, penurunan suku bunga acuan BI, Burden Sharing BI dan pemerintah, relaksasi pembiayaan perbankan, penempatan dana pemerintah di perbankan, bantuan sosial untuk masyarakat menengah ke bawah hingga kebijakan guna memitigasi bencana ekonomi karena Covid-19, semuanya sudah dikerahkan.
"Namun sayang, upaya tersebut sepertinya belum merubah nasib kita seperti sebelum pandemi. Meskipun kita semua berharap bahwa tahun depan akan ada pemulihan. Namun pemulihan itu masih sebatas harapan dan belum sepenuhnya bisa kita gapai," kata Gunawan.
Di tahun 2021 mendatang, banyak ahli yang optimis bahwa ekonomi nasional akan lebih baik dibandingkan 2020. Meskipun harapan pemulihan itu belum ditopang oleh fundamental yang kuat. Dan ekspektasi pemulihan sejauh ini masih mengacu kepada hitung-hitungan teknikal. Dimana memang pertumbuhan ekonomi negatif selama pandemi trennya terus turun. Meskipun belum merealisasikan angka yang positif. Resesi masih melanda, daya beli masih ditopang Bansos, jumlah kasus pasien positif Covid-19 kian memburuk, banyak negara yang kembali disibukan dengan mutasi corona yang lebih ganas, ditambah dengan ketidakpastian hubungan dagang negara-negara besar khususnya AS dengan Cina.
"Jadi, harapan pemulihan itu sebenarnya belum terlihat dengan jelas. Di tahun mendatang kita masih akan berjibaku bagaimana untuk keluar dari tekanan ekonomi akibat pandemi," kata Gunawan.