Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Lembaga Adat Pak Pak Sulang Silima Marga Pardosi (LAPSSMP) atau disebut Lembaga Adat Marga Pardosi menyesalkan sikap PT Dairi Prima Mineral (DPM). Sebagai pemegang hak ulayat (PHU) mereka merasa dilecehkan atas kegiatan di atas lahan mereka tanpa izin dan musyawarah.
Kuasa hukum Raja Adat Lembaga Adat Marga Pardosi, Saifuddin, menyampaikan, perusahaan tambang tersebut juga diduga menyepelekan Raja Adat Marga Pardosi, Hamdani Pardosi.
"Kecurigaan itu bukan tanpa alasan. Terbukti dari undangan PT DPM soal sosialisasi rehabilitasi lahan di Desa Pandiangan, Kecamatan Lae Parira, Dairi pada 1 Oktober 2020 lalu di kantor Kepala Desa Pandiangan, PT DPM malah mengundang oknum yang tidak berwenang sebagai PHU Marga Pardosi," ungkapnya saat menggelar konferensi pers di Medan, Senin (1/1/2021).
Dia menjelaskan, dari lembaran undangan sosialisasi PT DPM itu ada 11 pihak yang diundang, salah satunya PHU Marga Pardosi. Tapi aneh, jelas dia, bukan Hamdani Pardosi selaku Raja Marga Pardosi yang diundang.
Atas sikap itu, ia menilai PT DPM telah melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Tanah Ulayat Marga Pardosi di Desa Pandiangan. Dia juga menyayangkan sikap legal PT DPM yang tidak memberikan jawaban secara jelas, tegas dan tidak beralasan hukum sekaitan somasi yang dilayangkan.
Menurutnya, tanggapan legal PT DPM atas nama Muhammad Arie Herdianto, SH soal somasi yang pihaknya layangkan tidak memahami kedudukan hukum (legal Standing) tentang penguasaan tanah ulayat di Desa Pandiangan. Tak hanya itu, legal PT DPM juga belum menjawab substansi hukum dari somasi yang dilayangkan kuasa hukum Lembaga Adat Marga Pardosi sekaitan kegiatan mereka di Desa Pandiangan.
"Hak ulayat klien kami diakui dan dihormati oleh negara berdasarkan Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 3 UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, silahkan dia baca untuk dipahami,” ujarnya.
Saifuddin menuturkan, tanggapan somasi Legal dan Permit Officer PT DPM yang menyebut Tanah Adat dan Tanah Ulayat harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Permen Agraria/Kepala BPN No 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat dan Permen ATR/BPN No 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat adalah salah kaprah. Hak ulayat itu, sebutnya ada tiga komponen pengusahaan yakni, lahan, hutan dan sumber daya alam/manusia.
"Dan juga harus dipahami bahwa Peraturan Menteri itu bukan suatu produk Perundang-Undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU RI No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan per Undang-Undangan. Jadi kita di sini bicara soal hak ulayat, bukan soal hutan atau kepemilikan lahan,” terangnya.
Padahal, tegas dia, status kedudukan kliennya, Hamdani Pardosi, selaku Raja Adat Lembaga Adat Marga Pardosi sudah sangat jelas. Diakui oleh Pemkab Dairi dan tokoh masyarakat serta pendiri kampung (sipungkah kuta). "Dalam hukum adat Pakpak, Hamdani Pardosi bahkan sudah diakui Raja Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Silima Suak, Ardin Ujung, sebagai lembaga adat Pakpak tertinggi di Dairi. Kemudian Kades Pandiangan bersama 10 tokoh masyarakat serta Sipungkah Kuta (Pendiri Kampung), mengakui klien kami Hamdani Pardosi adalah perisang isang (anak pertama)," imbuhnya.
"Artinya dialah Raja Adat Marga Pardosi. Sehingga sikap PT DPM 1 Oktober kemarin mengundang oknum di Lembaga Adat Marga Pardosi selain Hamdani Pardosi adalah sebuah kesalahan,” tandasnya.
Sementara itu, Manager External Relations PT DPM, Holy, yang beberapa waktu lalu dikonfirmasi wartawan membenarkan undangan PHU Marga Pardosi saat sosialisasi di Kantor Desa Pandiangan 1 Oktober 2020. Dia menyatakan, undangan kepada PHU Marga Pardosi saat sosialisasi setelah pihaknya berkoordinasi dengan Kades Pandiangan, Kecamatan Lae Parira, Kabupaten Dairi.
“Kita tanya ke kepala desa siapa PHU Marga Pardosi bisa mewakili. Kemudian dia mengatakan Gabemo Pardosi dan Roi Pardosi yang bisa mewakili. Karena kami ini tahunya saat ini ada beberapa pihak yang mengakui-mengakui. Dan kebetulan yang kami kenal adalah Gabemo Pardosi dan Roi Pardosi," ucapnya.
Akan tetapi keterangan berbeda dari Kades Pandiangan, Antonius Nainggolan. Ia yang kala itu dikonfirmasi mengatakan tidak ada menyebut nama Gabemo Pardosi dan Roi Pardosi selaku perwakilan Lembaga Adat Marga Pardosi selaku PHU di Desa Pandiangan. “Enggak enggak. Orang itu (PT DPM) yang mengundang saya, memakai kantor saya,” katanya.
Terpisah, Raja Lembaga Adat Marga Pardosi, Hamdani Pardosi, mengecam sikap PT DPM yang mengundang Gabemo Pardosi dan Roi Pardosi pada 1 Oktober 2020 kemarin. Menurutnya, apa yang dilakukan PT DPM dengan mengundang Gabemo Pardosi Cs adalah tindakan yang tidak benar.
Hamdani menyatakan tidak pernah menyuruh Gabemo Cs mewakilinya selaku PHU Marga Pardosi.
“Saya tidak pernah menyuruh untuk mewakili dalam undangan PT DPM 1 Oktober 2020 kemarin. Kecuali kepada bere saya yang sudah saya berikan pelimpahan kewenangan raja, kuasa lewat akta notaris,” sebutnya.
Dalam kesempatan itu ia menyebut, orang yang ia maksud telah menerima pelimpahan kuasa itu adalah Rasidin Lembeng. “Ia (Rasidin Lembeng) adalah Ketua Adat LAPSSMP. Ia merupakan bere keturunan dari leluhur Marga Pardosi,” ujarnya.
Terakhir Hamdani menyatakan agar PT DPM tidak ragu-ragu dan kesulitan untuk mencari tahu siapa orang yang berwenang selaku PHU Marga Pardosi di Desa Pandiangan. Dia mengakui, bahwa sudah melimpahkan kewenangan raja kepada Rasidin Lembeng dan legal di hadapan hukum.
"Rasidin merupakan orang yang bertanggungjawab dan saya percaya dia mampu untuk mengelola tanah leluhur. Kenapa saya memilih dia, karena dia punya kedisplinan dan bisa dipercaya. Saya melihat dia tak ada niatan menipu apalagi ingin berbuat curang demi keuntungan pribadi,” pungkasnya.