Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Kepala Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nommensen Medan, Manguji Nababan mengapresiasi langkah pemerintah pusat menetapkan Danau Toba menjadi destinasi superprioritas. Tetapi, ia juga mengkhawatirkan apabila dalam pengembangannya justru rakyat tidak paham sehingga bersikap apatis.
Kenapa? "Program itukan sangat luar biasa. Tetapi pada kenyataannya sekarang, saya melihat apakah memang oknum di lapangan (stake holder) kurang mampu menterjemahkan tujuan pemerintah itu, sehingga masyarakat lingkar danau masih bingung, " kata Manguji Nababan saat diwawancarai medanbisnisdaily.com, Minggu (16/1/2021).
Manguji memaparkan, dalam mengembangkan dan memajukan kepariwisataan di kawasan danau Toba, paling tidak harus memperhatikan tiga aspek.
"Peristiwa terbentuknya Danau Toba dari warisan besar pergerakan alam masa lampau merupakan brand destinasi yang cukup unik. Danau Toba juga kaya dengan panorama, tekstur alam yang indah, bebatuan indah serta muncratan air di atas bebatuan. Itu aspek pertama, dari sisi geodiversity-nya," kata Manguji.
Aspek kedua, menurutnya, adalah biodiversity yang menegaskan, daerah lingkar danau toba kaya dengan keanekaragaman hayati."Arahnya jelas, biodiversity akan mengajak ke ekowisata berkelanjutan sebagai solusi pengelolaan keanekaragaman hayati. Namun saya melihat pemerintah masih ragu melakukan proteksi, dengan masih maraknya perambahan hutan dan pencemaran di kawasan danau toba," tandas Manguji.
Lagi pula sebut Manguji, jika konsep wisata mengarah ke ekowisata akan melibatkan masyarakat setempat dan diyakini sebagai kegiatan ideal untuk memanfaatkan potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki daerah lingkar danau. Misalnya, bisa di eksplor pada pustaha 'laklak' yang memuat ramuan-ramuan herbal tradisionil Batak, yang kenyataannya sekarang banyak spesies tanaman yang sudah tidak ditemukan lagi.
"Nah, dengan ekowisata, masyarakat bisa menerima manfaat langsung dari kekayaan flora dan fauna dan pada akhirnya akan ikut menjaganya," tukasnya.
Ketiga menurut Manguji, aspek culturdiversity. Aspek ini adalah unsur terpenting sebagai daya tarik bagi turis mancanegara dan domestik. Keragaman potensi budaya berbasis lokal bisa dikemas menjadi suguhan menarik kepada pengunjung."Kita harus yakini, bahwa nafas kepariwisataan itu ada di even, jadi pembangunan tidak melulu di infrastruktur" kata Manguji.
Penggiat tourism ini juga menyasar perhatiannya terhadap pembangunan hotel-hotel mewah. "Jelas itu dibutuhkan ketika kita sudah bicara wisata premium. Tetapi sejak awal kita sudah memberikan masukan, pembangunan kepariwisataan itu juga harus berbasis kerakyatan,"ungkapnya.
Menurutnya, di Kawasan Danau Toba sangat perlu ada desa-desa budaya dilengkapi 'home stay', tidak lagi melulu mengandalkan kekuatan modal (investasi besar).
Yang tidak kalah menarik untuk dievaluasi menurut Manguji, dibeberapa destinasi di Danau Toba, turis hanya membutuhkan 30 menit untuk menikmati dan berada di satu lokasi destinasi tersebut. "Ini harus diperkaya dengan menambah agenda dan paket wisata, agar ada 'spending dolar',"ujarnya.
Manguji memaparkan, mestinya harus terintegrasi mulai dari kuliner (kuliner lokal), handcraft, even budaya dan kesenian. Pun work shop keaksaraan dan sastra Batak, misalnya festival; Marturi-turian, marumpasa, mangandung, martonggo, marhutinsa, pertunjukan opera Batak, Marsitumba dan permainan rakyat lainnya.
"Keunikan itu dimiliki 7 (tujuh) kabupaten yang berada di lingkar danau. Jadi permainan rakyat seperti itu bisa dipertunjukkan,"paparnya. Selain itu, Manguji juga menyebutkan, sentra partonun gedogan di masing-masing daerah harus dikembangkan. Misalnya, Muara dengan Ulos Harungguannya, Silalahi dengan Ulos Gobar, polang-polang dan simangkat-angkat. Sehingga ulos jaman dahulu yang beragam itu bisa di reproduksi kembali. Aktifitas martonun itu adalah sesuatu yang sangat menarik di jual kepada turis.
"Maka keseluruhan kekayaan seni dan budaya, seni keraeitan dan keindahan estetika masing-masing kantong (desa) di lingkar Danau akan secara simultan dan saling mengisi dan digarap secara integratif. Tentu, tujuh kabupaten harus bersinergi, "tandasnya.
Sebab yang perlu dijaga ke depan sebut Manguji, yang paling berbahaya nanti dalam pengembangan Danau Toba adalah apabila masyarakat tidak paham dan apatis. "Artinya pemerintah harus bijak membangun kantong-kantong pariwisata yang melibatkan masyarakat, sehingga kepariwisataan itu harus berdampak bagi kemakmuran bagi masyarakat lokal, "pungkasnya.