Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Prosedur pemberian vaksin (vaksinisasi) covid-19 dinilai banyak kelemahan. Hal itu dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. Karenanya pemerintah harus mengkaji ulang vaksinisasi ini dengan menerapkan standar prosedur yang jelas. Hal itu diungkapkan anggota DPRD Sumatra Utara (Sumut) dari Fraksi NasDem, Rony Situmorang, Senin (18/1/2021).
"Pelaksanaan vaksinasi harus didukung, namun harus dilakukan kajian yang mendalam demi keselamatan masyarakat. Ada hal-hal yang perlu dikaji lebih dulu, karena pengkajian vaksinasi belum komprehensif. Misalnya sampai hari ini Satgas Covid-19 belum pernah mengeluarkan protokol mekanisme pelaksanaan proses vaksinasi. Itu harus diatur protokolnya seperti apa, bagaimana prosesnya, dimana dilaksanakan,” kata Rony.
Selain itu, sambung Rony, masih banyak informasi yang perlu diluruskan. Misalnya kondisi masyarakat yang tidak boleh menerima vaksin, antara lain, penyintas, ibu hamil atau menyusui, memiliki penyakit ISPA, memiliki riwayat alergi, menderita penyakit kelainan darah, penyakit jantung, autoimun, ginjal, lansia dan lainnya. Kenyataannya pada pelaksanaan vaksin perdana kemarin, penerima vaksin sama sekali tidak dilengkapi dengan hasil laboratorium terhadap penyakit-penyakit tersebut.
"Jadi kemarin yang divaksin di Sumut setahu saya tidak dites lab dulu, padahal katanya ada kondisi yang tidak boleh menerima vaksin. Kalau tidak dilengkapi hasil lab, hanya disuntik saja, bagaimana mengetahui itu? Jadi protokol pemberian vaksinnya juga harus disiapkan dulu. Karena vaksinasi dilakukan secara massal dan gratis, maka harus ada tes medis secara massal juga sebelum disuntik,” kata Rony.
Hal lain, sambung Rony, ada informasi yang ia baca dari sejumlah media yang menyebutkan, produsen vaksin Pfizer dan Sinovac menolak bertanggung jawab secara hukum jika vaksin mereka bermasalah atau menyebabkan kegagalan di kemudian hari. Hal ini, kata Ronny, harus menjadi pertimbangan, jika produsen tidak berani bertanggungjawab secara hukum maka siapa yang akan bertanggung jawab.
“Jangan nanti jadi kekhawatiran masyarakat. Seperti ada warga Norwegia yang meninggal setelah di vaksin. Atau ada juga yang menyebutkan vaksin ini menimbulkan efek bagi organ tubuh tertentu. Efek samping ini perlu dipelajari terlebih dahulu, tahapan kajian vaksin ini juga belum lengkap," katanya.
Ronny juga menyinggung informasi dari Dubes Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun yang menyebutkan 70 ribu warga China sudah divaksin. Angka tersebut menurut Ronny sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk China yang mencapai 1,3 miliar.
"Kenapa baru 70 ribu orang yang divaksin. Ini kan aneh. Padahal itu barang dari China. Apakah China juga ragu dengan produk itu atau malah masih dalam proses uji coba. Saya juga menyayangkan kelompok masyarakat khususnya dari ASN dan pegawai BUMN yang ramai-ramai mengunggah template kampanye vaksinasi nasional tanpa tahu secara detail informasi mengenai vaksin tersebut. Vaksin ini bagai oase, tapi jangan jadi eurofia. Bukan menolak vaksin, tapi tolong dikaji lebih komprehensif,” katanya.