Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) nonaktif Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung diketahui sempat mengumumkan ke masyarakat bahwa Kabupaten Labura akan melakukan pembangunan lanjutan RSUD Aekkanopan, meski saat itu Rencana Kerja Anggaran (RKA) DAK APBN TA 2018 belum disetujui.
Hal itu diketahui saat tim jaksa KPK Budhi S, Agus Prasetya Raharja dan Hendra Eka Saputra membacakan berkas dakwaan terdakwa Agusman Sinaga, selaku Kepala Bappeda Labura, dalam sidang teleconference yang berlangsung di Ruang Cakra 2 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (8/2/2021) sore.
Agusman dan Haji Buyung (berkas terpisah) didakwa terkait kasus suap Dana Alokasi Khusus (DAK) P-APBN Kabupaten Labura tahun 2017-2018. Dalam surat dakwaan itu, diantaranya disebutkan, terdakwa Agusman Sinaga dan Yaya Purnomo selaku Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Kemenkeu melakukan pertemuan dengan Puji Suhartono selaku anggota DPR RI.
"Pada pertemuan itu terdakwa dan Yaya Purnomo menyampaikan bahwa RKA DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aekkanopan Kabupaten Labura belum disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI," kata jaksa di hadapan Hakim Ketua Mian Munthe.
Jaksa melanjutkan, bila sampai Februari 2018 tidak disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI maka DAK APBN TA 2018 Labura tersebut tidak akan dapat dicairkan pada 22 Februari 2018.
"Terdakwa lalu menghubungi Yaya Purnomo melalui WhatsApp, menyampaikan bahwa Haji Buyung sudah mengumumkan kepada masyarakat bahwa Pemkab Labura akan melakukan pembangunan lanjutan RSUD Aekkanopan, padahal pada waktu itu RKA DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan belum disetujui oleh Kementerian Kesehatan RI," sebut jaksa.
Mengetahui sudah diumumkan bupati, Yaya Purnomo segera meneruskan informasi tersebut kepada Puji Suhartono, kemudian Puji menyampaikan bahwa Arief Fadhillah selaku auditor BPK sedang berusaha menemui Bayu Teja Muliawan selaku Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kesehatan RI.
Selanjutnya disebutkan, pada 1 Maret 2018, Puji Suhartono masih belum mendapatkan kepastian dari Arief Fadhillah mengenai penyelesaian permasalahan RKA DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan. Ia lalu meminta bantuan Irgan Chairul Mahfiz selaku Anggota DPR-RI Komisi IX yang merupakan mitra kerja Kementerian Kesehatan RI.
Irgan kemudian meminta Bayu Teja Muliawan agar bersedia menerima pihak Pemkab Labura guna membahas permasalahan RKA DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan.
Kemudian pada akhirnya, diketahui permasalahan DAK dalam bidang kesehatan Pemkab Labura tersebut, terdapat pemberian sejumlah uang oleh terdakwa bersama-sama dengan Haji Buyung kepada Irga Chairul Mahfiz, Puji Suhartono dan Yaya Purnomo sebagai komitmen fee atas pengurusan perolehan DAK APBN-P TA 2017 dan DAK APBN TA 2018 Bidang Kesehatan untuk pembangunan lanjutan RSUD Aek Kanopan itu.
Dana tersebut diantaranya dari terdakwa sebesar Rp100 juta dan beberapa kontraktor yang dijanjikan Haji Buyung mendapatkan proyek dari perolehan DAK APBN-P TA 2017 dan DAK APBN TA 2018 antara lain dari Direktur CV Bintang Sumatera Pratama sejumlah Rp1,6 miliar. Kemudian dari Direktur PT Ardinata Jaya Sakti Konstruksi sejumlah Rp500 juta, CV Sahabat Abadi Rp700 juta, CV Muslim Rp 800 juta dan CV Bintang Sembilan Mandiri Rp100 juta.
Jaksa merincikan uang yang diserahkan terdakwa bersama Haji Buyung yakni Rp200 juta kepada Irgan Chairul Mahfiz dan Puji Suhartono selaku anggota DPR-RI periode tahun 2014-2019. Selain itu, juga memberi uang dengan total sejumlah SGD242.000 dan Rp400 juta kepada Yaya Purnomo.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31bTahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP," tandas jaksa.