Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sektor pariwisata dinilai sebagai salah satu lapangan usaha yang harus mendapatkan insentif Covid-19. Pasalnya, sektor yang didalamnya ada hotel, restoran, transportasi, pelaku wisata, dan event-event seperti seminar, perkawinan dan lainnya, hingga kini masih terdampak pandemi.
"Apalagi sektor ini merupakan unggulan yang berkontribusi terhadap perekonomian Sumut. Jadi porsi insentif Covid-19 harus diperbanyak untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata. Tentu dananya harus ditempatkan pada bidang usaha yang dinilai sudah bisa tumbuh di tengah pandemi ini," kata pengamat ekonomi Sumut, Wahyu Ario Pratomo, Senin (22/2/2021).
Wahyu mengatakan, sejauh ini, sudah ada beberapa bidang usaha di sektor pariwisata yang mulai menggeliat. Tentu ini pertanda bagus dan saat inilah mereka (para pelaku usaha-red) harus diberikan insentif. Karena tidak bisa dipungkiri, sejak virus corona masuk Indonesia pada Maret tahun lalu, sektor pariwisata langsung terpuruk.
Meski saat ini masih ada pembatasan kegiatan masyarakat, namun untuk beberapa daerah wisata sudah mulai buka dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) yang ketat untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Selain sektor pariwisata, UMKM juga harus tetap diprioritaskan untuk mendapatkan insentif. Para pelaku UMkM juga masih kewalahan. Apalagi ada larangan untuk berkumpul karena diterapkannya PPKM, serta kekhawatiran masyarakat untuk berkonsumsi. Selain itu, daya beli masyarakat karena masih tidak bekerja atau jam kerja yang belum penuh juga masih sangat rendah.
"Pemerintah perlu tetap membantu UMKM dengan menjaga harga kebutuhan pokok dan daya beli masyarakat melalui subsidi, BLT, PKH, dan lainnya," katanya.
Ditanya terkait insentif yang telah diberikan ke berbagai bidang apakah sudah berkontribusi menggenjot perekonomian, kata Wahyu, sulit untuk mendapatkan sejauh mana keberhasilannya. Masalahnya di kewenangan dan data. Pusat sudah memberikan dan daerah menambah. Satu problem terbesar di Indonesia adalah sinkronisasi data, dan tabulasi data.
"Banyak orang miskin yang layak dapat bantuan tapi belum dapat bantuan. Banyak UMKM yang harusnya dapat bantuan belum dapat bantuan. Demikian pula untuk prakerja yg terbatas sehingga yang kena PHK banyak yang belum dapat bantuan. Jadi sulit melihat sejauh mana kontribusinya terhadap perekonomian," katanya.