Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) oleh pihak manajemen rumah sakit (RS) dengan besaran 50-70 persen. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun tengah menelusuri kebenaran informasi tersebut.
"Iya (sedang ditelusuri)," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi kepada detikcom, Senin (1/3/2021).
"Sedang dalam proses konfirmasi oleh Inspektorat Jenderal Kemkes," imbuhnya.
Nadia mengatakan, penelusuran tersebut dilakukan oleh tim Inspektorat Kemenkes. Kemenkes, kata dia, juga akan berkoordinasi lebih lanjut dengan KPK perihal informasi pemotongan insentif nakes tersebut.
"Kita akan koordinasi lebih lanjut dengan KPK melalui tim internal inspektorat kita," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menerima informasi terkait adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan (nakes) oleh pihak manajemen rumah sakit (RS) dengan besaran 50-70 persen. Dengan adanya temuan itu, KPK mengimbau manajemen RS atau pihak terkait tidak memotong insentif yang diberikan kepada nakes.
"Insentif yang diterima oleh tenaga kesehatan secara langsung tersebut diketahui dilakukan pemotongan oleh pihak manajemen untuk kemudian diberikan kepada nakes atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien COVID-19," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati kepada wartawan, Selasa (23/2/2021).
Ipi menyebut, sejak Maret hingga akhir Juni 2020, melalui kajian cepat terkait penanganan COVID-19, khususnya di bidang kesehatan, KPK menemukan sejumlah permasalahan terkait pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan. Temuan itu didasari analisis terhadap Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) No. HK.01.07/MNENKES/278/2020.
Berikut ini sejumlah permasalahan yang ditemukan KPK:
1. Potensi inefisiensi keuangan negara yang disebabkan duplikasi anggaran untuk program pemberian insentif tenaga kesehatan di daerah, yakni melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Belanja Tidak terduga (BTT).
2. Proses pembayaran yang berjenjang menyebabkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan dan pemotongan insentif atau santunan tenaga kesehatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
3. Proses verifikasi akhir yang terpusat di Kementerian Kesehatan dapat menyebabkan lamanya proses verifikasi dan berdampak pada lambatnya pembayaran insentif dan santunan tenaga kesehatan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) drg Oscar Primadi, MPH pun telah angkat bicara perihal informasi pemotongan insentif nakes itu. Oscar menegaskan tak ada kebijakan terkait pemotongan insentif nakes.
Adapun besaran insentif nakes di tahun 2021 disebutkan sama jumlahnya dengan yang diterima pada 2020.
"Tidak ada kebijakan pemotongan tersebut, kita cek kalau ada masalah di lapangan," tegasnya melalui pesan singkat kepada detikcom Selasa (23/2/2021).
"Kita cek karena ada mekanisme penyaluran uangnya," kata Oscar sembari menegaskan adanya sanksi jika benar ditemukan kasus tersebut.(dtc)