Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
PADA hari Jumat, 26 Februari 2021 perhatian sebagian besar masyarakat tertuju ke pelantikan kepala haerah dan/atau wakil kepala daerah di berbagai daerah hasil pemilihan serentak 2020. Perbincangan seputar kepala daerah dan wakilnya termasuk ketika memperbincangkan mengenai pelantikan tidak dapat dilepaskan dari korupsi. Kata-kata sambutan pada saat pelantikan itu pun senantiasa berisi pesan agar tidak melakukan korupsi.
Saya dan mungkin sebagian besar pembaca tidak pernah menduga bahwa pada hari itu juga terjadi operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap beberapa orang, termasuk kepala daerah, yaitu Gubernur Sulawesi Selatan. Meskipun sudah sangat banyak kepala daerah yang dihukum, namun belum juga membuat kepala daerah lain menjadi takut atau paling tidak segan melakukan korupsi. KPK berani melakukan OTT karena kepala daerah itu diduga melakukan korupsi.
Dalam pergaulan sehari-hari ditemukan berbagai istilah yang dianggap biasa saja, tetapi sebenarnya dapat dikategorikan sebagai korupsi, antara lain uang tip, angpao, uang administrasi, uang diam, uang bensin, uang pelicin, uang ketok, uang kopi, uang pangkal, uang rokok, uang damai, uang di bawah meja, tahu sama tahu, uang lelah. Berbagai istilah tersebut sudah dianggap sebagai hal biasa, sehingga dilakukan tanpa merasa bersalah. Dulu perbuatan seperti itu memang tidak dilarang, tetapi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang dapat dikategorikan sebagai korupsi. Perubahan dari perbuatan yang diperbolehkan menjadi dilarang seperti itu merupakan hal yang lazim terjadi di berbagai negara. Setelah tahu perbuatan yang dulu diperbolehkan tetapi sekarang dilarang, maka janganlah dilakukan lagi.
BACA JUGA: Merayakan Imlek Bersama Gus Dur, Mega, dan SBY
Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) membagi korupsi menjadi 4 bagian pokok, yaitu bribery (penyuapan): menawarkan, memberi, menerima sesuatu yang berharga untuk mempengaruhi keputusan; economic extortion (perluasan ekonomi): meminta sejumlah uang untuk jasa yang dilakukan dalam rangka pengambilan keputusan yang menguntungkan pihak lain; illegal gratuities (pemberian ilegal); conflict of interest (benturan kepentingan). Adapun penyuapan dapat berupa kick back (umpan balik): suplier memberikan uang atau barang kepada bagian pembelian; bid rigging: Semakin banyak uang yang disetor semakin besar kemungkinan memenangkan tender. Sebagian besar tindak pidana yang melibatkan kepala daerah berkaitan dengan tender.
Memperhatikan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diketahui bahwa bahwa pengertian korupsi mencakup berbagai perbuatan sebagai berikut: melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara; kelompok delik penyuapan; kelompok delik penggelapan dalam jabatan; delik pemerasan dalam jabatan; delik yang berkaitan dengan pemborongan; delik gratifikasi. Beberapa dari perbuatan itu sudah lama merupakan tindak pidana, tetapi dulu tidak termasuk tindak pidana korupsi.
Menurut berbagai kalangan dan saya termasuk di dalam kalangan ini, ada kaitan yang logis antara korupsi yang dilakukan kepala daerah dengan proses Pilkada. Jika seseorang ingin menjadi kepala daerah, maka dia memerlukan uang dalam jumlah yang sangat besar, bahkan dapat dikatakan tidak masuk akal. Mengingat untuk menjadi kepala daerah telah dikeluarkan uang dengan jumlah yang sangat besar, maka seketika seseorang menjadi kepala daerah dapat diduga akan langsung mencari-cari cara untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkan.
Dari segi peraturan perundang-undangan tentang korupsi yang berlaku di Indonesia dapat dikatakan sudah sangat memadai tetapi ternyata korups masih terjadi di mana-mana. Mengenai kenyataan ini Syafii Ma’arif pernah berkata bahwa korupsi adalah salah satu penyakit peradaban yang dapat melumpuhkan sebuah bangsa dan negara sudah menjadi semacam aksioma. Tetapi bagaimana menghalau korupsi itu sampai batas-batas yang jauh belum ditemukan cara yang efektif untuk Indonesia.
Keberadaan peraturan perundang-undangan dan lembaga seperti KPK ternyata masih belum efektif untuk Indonesia. Sehubungan dengan itu, mari kita bersama-sama menemukan cara yang efektif menghalau korupsi dari Indonesia. Menurut saya, antara lain melalui upaya-upaya menemukan cara lain Pilkada . Meskipun tidak mudah, tetapi kita tetap harus percaya bahwa masih terbuka kemungkinan Pilkada tanpa korupsi agar menghasilkan kepala daerah yang tidak korupsi. You'll See It When You Believe It. Kata Wayne W Dyer. Semoga!
====
Penulis Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Universitas HKBP Nommensen Medan dan peneliti Pusat Studi Parameter Nusantara.
====
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (opini/artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORISINAL, belum pernah dimuat dan TIDAK DIKIRIM ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPEG), data diri singkat/profesi/kegiatan (dicantumkan di akhir tulisan), nama akun FB dan No HP/WA. Panjang tulisan 4.500-5.500 karakter. Gunakan kalimat-kalimat yang singkat (3-5 kalimat setiap paragraf). Judul artikel dibuat menjadi subjek email. Tulisan TIDAK DIKIRIM DALAM BENTUK LAMPIRAN EMAIL, namun langsung dimuat di BADAN EMAIL. Redaksi berhak mengubah judul dan sebagian isi tanpa mengubah makna. Isi artikel sepenuhnya tanggung jawab penulis. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]