Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Dairi. Puluhan warga dari dua dusun, yakni Dusun IV Dolok Nauli dan Dusun V Napambelang, Desa Soban, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara berunjuk rasa dengan membentangkan spanduk di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Sidikalang, Jalan Pahlawan, Kecamatan Sidikalang, Senin (15/3/2021) siang. Spanduk bertulis "Kami sudah mempertahankan dan memelihara hutan sumber air minum itu turun temurun. Jangan dirusak, kembalikan kepada kami”.
Kasus masalah tanah tersebut kini masih ditangani pihak PN Sidikalang dan masih dalam tahap kesimpulan. Dalam permasalah tanah ini, sebagai pihak penggugat Oven Horas Situmorang dan kawan-kawan. Sedangkan pihak tergugat, yakni tergugat I Hasudungan Malau, tergugat II Kabar Malau dan tergugat III Jellas Malau.
Pengunjuk rasa Pontius Lamhot Parhusip menyampaikan, aksi yang mereka lakukan bukan untuk orasi, hanya aksi damai sekadar membentangkan spanduk untuk mendukung perjuangan satu kampung (selaku pihak penggugat), terkait masalah tanah atau tombak mual (sumber air), agar kepemilikan tombak mual itu bisa kembali kepada warga.
Menurutnya, selama ini tombak mual itu merupakan sumber air bersih yang dibutuhkan warga setempat, khususnya Dusun IV Dolok Nauli dan Dusun V Nampambelang. Tapi belakangan ini ada beberapa warga dari pihak tergugat yang mengklaim tanah tersebut milik mereka. "Itulah yang kami perjuangkan hari ini," ujarnya.
Kuasa hukum penggugat, Josef Situmorang SH saat diminta tanggapannya mengatakan, para penggugat dari Dusun IV dan V mereka mengaku bahwa hutan yang menjadi objek perkara sudah dipelihara secara turun temurun dan menjadi milik bersama warga dari dua dusun tersebut.
“Belakangan ini muncul beberapa warga yang mengaku kalau tanah yang menjadi objek perkara punya kakek mereka, sehingga timbul perkara." terang Josef.
Sementara, pihak tergugat I, Hasudungan Malau didampingi tergugat II dan III menyebutkan, sumber air yang dipermasalahkan pihak penggugat dan warga tidak pernah mereka ganggu, dan sampai sekarang airnya tetap mengalir.
"Masalah sumber air itu tidak pernah kami permasalahkan dan tetap mengalir airnya sampai sekarang. Hanya, masyarakat sudah lama tidak menggunakannya, karena ada sumber air lain yang dibangun pemerintah," terang Hasudungan ditemui saat mengikuti sidang di Pengadilan Sidikalang.
Lebih lanjut disampaikannya, kalau tanah (Tombak Mual) yang menjadi objek perkara oleh para penggugat merupakan milik Humana Sembiring yang merupakan kakek mereka (kakek para tergugat) yang didapat dari pemilik hak wilayat Marga Padang bernama Raja Telsu Padang (Pertaki Sitanduk-tanduk).
“Yang mana pada tahun 1900 Humana Sembiring berumah tangga dengan Fatimah br Padang putri dari Raja Telsu Padang. Dan waktu itu Raja Telsu Padang menyerahkan sebagian tanahnya kepada Humana Sembiring secara adat Pakpak (Rading Berru). Oleh Humana Sembiring tanah itu selanjutnya diberikan kepada menantunya, bernama Sogar Malau yang menikahi putrinya bernam Kata Malem br Sembiring dan kami lah para alih warisnya sampai sekarang,” ucap Hasudungan.
Pernyataan pihak tergugat tersebut dibenarkan, Andi Padang selaku Ketua Sulang Silima Marga Padang Kecamatan Siempat Nempu/Desa Sibamban saat mendampingi pihak tergugat. Menurutnya, memang betul tanah tersebut milik para pihak tergugat yang dulunya telah diserahkan oleh Raja/Pertaki, Telsu Padang kepada Fatimah br Padang dan suaminya Humanah Sembiring (Rading Berru).
“Selanjutnya tanah tersebut diberikan kepada menantunya Sogar Malau/kata Malem br Sembiring (putri Humana Sembiring) dan di wariskan kepada para tergugat yang namanya tersebut diatas," tegas Andi.
Kepemilikan hak tanah tersebut kata Andi, diperkuat dengan surat-surat lengkap dengan tanda tangan dari Sulang Silima Marga Padang Siempat Nempu, Desa Sibanban.