Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Driver online di Inggris beberapa waktu lalu berhasil memenangi gugatan untuk menjadi karyawan dan mendapatkan upah minimum di Mahkamah Agung Inggris. Sebelumnya, skema mitra diterapkan kepada para pengemudi taksi online di Inggris.
Dengan skema mitra para driver tidak mendapatkan hak-hak pekerja macam karyawan. Skema mitra semacam ini juga diterapkan kepada para pengemudi taksi online dan juga ojek online di Indonesia.
Bila di Inggris driver bisa jadi karyawan dan mendapatkan upah minimum, apakah hal itu bisa terjadi di Indonesia?
Ketua umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril mengatakan sebetulnya putusan Mahkamah Agung Inggris bisa juga terjadi di Indonesia. Syaratnya, ada gugatan yang diajukan dan hakim memakai prinsip yurisprudensi.
Yurisprudensi sendiri adalah keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam UU dan dijadikan sebagai pedoman bagi para hakim yang lain untuk menyelesaikan suatu perkara yang sama.
"Sebenarnya bisa aja dituntut kayak gitu di sini, misal ada pengacara atau siapa yang pintar, dituntut bisa aja. Ini kan bisa prinsip yurisprundensi, hakim itu kan boleh memutuskan dengan memakai kasus yang hampir sama di tempat lain," ungkap pria yang akrab disapa Ariel kepada detikcom, Senin (22/3/2021).
Yang jadi masalah, menurutnya kalau cuma pihaknya yang menuntut rasanya tidak akan kuat dan kurang dukungan. Dia menilai pihaknya butuh dukungan untuk melakukan tuntutan itu supaya dimenangkan.
Di Inggris saja, Yaseen Aslam yang memenangkan tuntutan butuh waktu bertahun-tahun bertarung di pengadilan.
"Kalau mau langsung tuntut, ini susah juga kalau nggak ada yang ngedukung. Itu aja Yaseen Aslam bertahun-tahun kan, dia ada dukungan dari serikat pekerja yang kuat di sana," ungkap Ariel.
Ariel sendiri mengaku pesimistis mitra driver online di Indonesia bisa diangkat karyawan. Bila bicara jumlah driver saja ada jutaan di Indonesia, kemungkinan aplikator pasti menolak dan menghindar.
"Kalau mau jadi karyawan, nggak mungkin mereka mau pekerjakan kita. Kan ini jutaan kita jumlahnya, dia akan menghindar pastinya," ujar Ariel.
Dia menjelaskan sebetulnya driver online tidak menuntut menjadi karyawan, hal itu juga dilakukan Yaseen Aslam di Inggris. Menurutnya, yang jadi masalah adalah sistem kerja yang dibangun aplikator transportasi online.
Dia menilai sistem yang dibangun sangat kejam dan menempatkan mitra pengemudi bagai karyawan, namun tanpa hak yang didapatkan karyawan.
"Yaseen Aslam itu kita sempat bicara kok sama dia, awalnya dia cuma nuntut upah minimum. Hal itu karena sistem aplikator, di sana, Uber, membuat kita mitra jadi kayak karyawan. Nah karena itu dituntut pertanggungjawaban berupa upah minimum," ungkap Ariel.
Dia mencontohkan seringkali aplikator memberikan penilaian sepihak kepada mitranya, padahal mitra bukan karyawan. Misalnya ada keluhan dari penumpang, tahu-tahu mitra di-suspend tanpa ada alasan jelas.
"Kita kan mitra, harusnya dipandang mitra usaha. Nggak kejam seperti itu," ujar Ariel.
Sebelumnya, 70.000 pengemudi Uber di Inggris telah diberikan status karyawan tetap oleh perusahaan. Dengan begitu, pengemudi akan mendapatkan jaminan upah minimum, pembayaran liburan dan pensiun.
Mengutip dari BBC, Rabu (17/3/2021), kebijakan baru itu dikeluarkan setelah bulan lalu Uber kalah dalam pertempuran hukum di pengadilan Mahkamah Agung Inggris.(dtf)