Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pengamat terorisme Al Chaidar menganalisis aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar dan penangkapan terduga terorisme di Jakarta, Bekasi, hingga Nusa Tenggara Barat (NTB). Al Chaidar mengatakan kelompok teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) merekrut anggota melalui media sosial (medsos).
"Semua jaringan teroris yang selama ini ditangkap itu satu sama lainnya saling terkait dalam satu jaringan yang berafiliasi kepada ISIS. Organisasi Jamaah Ansharut Daulah adalah organisasi utama yang menjadi kelompok teroris yang paling brutal di Indonesia yang sekarang ini sudah berkembang hingga ke 19 provinsi di seluruh Indonesia," kata Al Chaidar kepada wartawan, Senin (29/3/2021).
"Pendukung utama dari kelompok teroris yang di Makassar itu memang berasal dari Jakarta, Bekasi, Tangerang, Surabaya dan juga NTB," lanjut pengajar di Universitas Malikussaleh ini.
Al Chaidar menilai masih ada 7 terduga teroris yang belum ditangkap di Makassar. Penangkapan, kata Al Chaidar, harus terus dilakukan.
"Dari 29 terduga teroris yang ada di Makassar 22 sudah ditangkap 7 belum sehingga ini perlu penangkapan yang terus-menerus," kata dia.
Hingga saat ini, Al Chaidar mengatakan masih banyak pihak yang masuk dalam jaringan JAD yang belum ditangkap. Sebab, mereka belum melakukan tindakan terorisme.
"Banyak sekali yang selama ini sudah masuk ke dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah yang belum bisa ditangkap karena memang belum ada indikasi ke arah melakukan tindakan melawan hukum terorisme," sebut dia.
Lebih lanjut, Al Chaidar mengatakan jaringan tersebut merekrut anggota melalui medsos. Jaringan itu, kata Al Chaidar, juga memiliki infrastruktur dakwah yang kuat di dunia maya.
"Proliferasi atau perkembangbiakan mereka didukung oleh infrastruktur dakwah yang kuat melalui media sosial sehari-hari mereka bisa mendapatkan banyak recruitment di 19 provinsi tersebut," kata dia.
Guna mendeteksi dini jaringan itu, Al Chadir menyebut polisi harus aktif dalam melakukan deteksi di dunia maya. Dia menyebut polisi siber harus bergerak lebih cepat.
"Iya (harus aktif mendeteksi) Cyber police," kata dia.
Sementara itu, pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati, mengatakan bahwa dalam penangkapan terorisme ini aparat baiknya menangkap terduga dalam keadaan hidup. Sehingga dapat mengungkap jaringan teroris itu.
"Menurut saya akan sangat baik ketika aparat dapat menangkap jaringan secara hidup-hidup agar dapat diketahui kepastian jaringannya. Indikator dalam menentukan siapa pelaku harus jelas. Pada saat ini setiap ada pemboman pasti analisa pelaku mengarah kepada jaringan teroris lama, padahal beberapa waktu lalu sempat muncul lone wolf yang melakukan tindakan terorisme sendirian. Variable dalam mengukur seharusnya tak menampik adanya kepentingan politik, bisnis, dan lain-lain," kata Susaningtyas NH Kertopati saat dihubungi terpisah.
Wanita yang akrab dipanggil Nuning itu juga mengatakan aksi bom bunuh diri di Makassar dilakukan karena kelompok teroris ingin memberikan sinyal eksistensi. Sehingga aparat harus mengenali embrio dari terorisme di Indonesia.
"Dalam menganalisa kejadian terorisme kita harus holistik. Jadi probabilitas bisa saja ada hubungan atau tidak sama sekali dengan penangkapan teroris secara massal di Sulsel. Kejadian bom bunuh diri itu tentu saja sinyal bahwa mereka ingin menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu harus dikenali oleh aparat embrio terorisme di Indonesia itu apa," kata dia.
Nuning mengatakan, secara akademis, militer juga memiliki tugas dalam menghadapi terorisme. Namun harus diperhatikan apakah aksi terorisme itu menjadi kejahatan terhadap negara atau publik.
"Secara akademis militer di seluruh dunia juga bertugas menghadapi terorisme. Implikasi pemberantasan atau penanggulangan terorisme oleh militer dan polisi berbeda perspektif hukumnya karena terorisme bisa menjadi kejahatan terhadap negara atau kejahatan terhadap publik," tutur dia.
"Penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung ditangani Polri semata. Jika terorisme mengancam keselamatan Presiden atau pejabat negara lainnya sebagai simbol negara, maka terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI," lanjutnya.
Nuning juga menjelaskan jenis senjata atau bom yang digunakan oleh terorisme. Dia menyebut jika senjata tersebut tergolong pemusnah massal, maka TNI akan turun tangan.
"Berikutnya terkait dengan jenis senjata dan bom yang digunakan oleh teroris masih tergolong konvensional, maka masuk kewenangan Polri. Tetapi jika senjata dan bom yang digunakan oleh teroris tergolong senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction), seperti senjata nuklir, senjata biologi, senjata kimia, dan senjata radiasi, maka yang menangani adalah TNI," tutur dia.
"Selain subyek ancaman teror dan jenis senjata, maka rezim kedaulatan suatu negara juga berimplikasi kepada kewenangan penegakan hukum. Jika kejahatan teror dilakukan di wilayah kedaulatan penuh Indonesia, maka Polri dan TNI bisa bersama-sama menanggulangi. Tetapi jika rezimnya adalah hak berdaulat, maka TNI yang melakukan aksi penanggulangan. Hal ini penting untuk diketahui sehingga kedudukan siapa yang menangani dapat diterapkan dengan tepat," sambugnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan pasutri bomber Gereja Katedral Makassar berinisial L dan YSM dikenal sebagai kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Kajian Villa Mutiara. Hingga saat ini, Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap 5 terduga teroris kelompok JAD Kajian Villa Mutiara pascakejadian bom Gereja Katedral Makassar.
"Masing-masing perannya bersama dengan L dan YSM, mereka ada dalam satu kelompok Kajian Villa Mutiara namanya," sebut Sigit di Mapolda Sulsel, Senin (29/3).
Sigit menuturkan kelompok JAD Kajian Villa Mutiara ini memberikan doktrin jihad dan mempersiapkan rencana jihad. Sigit juga mengatakan bahwa polisi juga telah menangkap 13 orang terduga teroris di Bima, Jakarta, dan Bekasi. Dia meminta agar masyarakat untuk tetap tenang.
"Dengan demikian sampai dengan hari ini, baik di Makassar, di Jakarta, dan di Bima, kita terus melakukan upaya upaya penangkapan dan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu sekali lagi saya informasikan dan saya imbau kepada masyarakat untuk tetap tenang tidak usah panik seperti kita sampaikan terkait masalah teroris itu tugas kami untuk mengusut tuntas," kata dia.(dtc)