Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan telegram terkait perintah agar media tidak menampilkan kekerasan yang dilakukan aparat. Humas Polri lantas mengklarifikasi dengan menyatakan telegram itu untuk keperluan media internal. Komisi III DPR akan meminta klarifikasi ke Kapolri terkait hal itu.
"Kalau tidak salah baru keluar tadi pagi, kita baru melihat dari berita-berita terkait surat telegram Kapolri, yang sepemahaman kami kan memang terkait dengan misalnya gambar gambar pemerkosaan, gambar kekerasan yang brutal penganiayaan ini kan untuk menghindari berita hoaks," kata Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/4/2021).
"Tapi kan terkait telegram itu aparat atau media itu kan harus jelas juga, harus dipertanyakan, kalau media kan harus menyebarkan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta di lapangan. Jadi tentunya kami ingin mengklarifikasi ke Pak Kapolri khususnya terkait dengan maksud dari telegram itu terkait dengan peredaran gambar kekerasan," lanjutnya.
Adies mengatakan jika perintah itu untuk media massa, maka menurutnya bisa mengebiri kinerja jurnalistik. Sebab, kerja media menurutnya juga dilindungi oleh undang-undang.
"Kalau ini berlaku untuk rekan media kan dikhawatirkan nanti ada anggapan bahwa akan mengebiri lagi kinerja daripada rekan media. Karena media ini juga dilindungi oleh undang undang. Jadi sabar sejenak kami nanti komisi III tentunya akan meminta klarifikasi kepada Pak Kapolri terkait dengan apa yang dimaksud dari surat telegram itu, apa termasuk media di dalamnya apa aparat penegak di internal mereka," ujarnya.
Telegram tentang pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan itu bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. Surat telegram tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada 5 April 2021 dan ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas.
Di dalam surat telegram itu, terdapat beberapa poin yang harus dipatuhi para pengemban fungsi humas Polri. Salah satunya media dilarang menyiarkan tindakan kepolisian yang arogan dan berbau kekerasan.
"Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," demikian bunyi poin pertama surat telegram itu.
Selain itu, humas tidak boleh menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Rekonstruksi yang dilakukan kepolisian juga tidak boleh ditayangkan secara terperinci.
Karo Penmas Polri Brigjen Rusdi Hartono kemudian memberi penjelasan perihal surat telegram tersebut. Rusdi menyatakan surat telegram tersebut dibuat untuk kepentingan internal.
"Lihat STR itu ditujukan kepada kabid humas, itu petunjuk dan arahan dari Mabes ke wilayah. Hanya untuk internal," tutur Rusdi. (dtc)