Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Salah satu gerai PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang hak waralaba tunggal merek KFC Indonesia baru-baru ini digeruduk karyawannya sendiri. Para karyawan yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) SBT PT Fast Food Indonesia Tbk menggelar aksi demonstrasi menuntut kebijakan pembayaran upah sebagaimana mestinya dan mengembalikan upah yang selama ini ditahan.
Lalu, bagaimana sebenarnya kondisi keuangan perusahaan yang sudah beroperasi sejak 1979 itu?
Mengutip laporan keuangan perusahaan yang disampaikan di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (14/4/2021), dari awal tahun sampai September 2020, emiten berkode saham FAST ini mencatatkan rugi hingga Rp 298,33 miliar atau nyaris dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatat laba rugi sebesar Rp 175,69 miliar.
Kerugian terjadi seiring dengan pendapatan yang juga terkoreksi cukup dalam dari sebesar Rp 5,01 triliun menjadi Rp 3,58 triliun (periode Januari-September 2019 dibanding 2020). Penurunan terjadi di semua sumber pendapatan, mulai pendapatan dari makanan dan minuman turun dari Rp 4,93 triliun menjadi Rp 3,54 triliun. Lalu, pendapatan dari jualan konsinyasi CD juga turun dari Rp 68,8 miliar menjadi Rp 41,49 miliar dan pendapatan dari jasa layanan antar dari Rp 5,49 miliar menjadi Rp 3,55 miliar.
Selama periode itu, tampak perusahaan berupaya melakukan efisiensi salah satunya terlihat dari beban operasional gaji karyawan terlihat menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya. Beban gaji di segmen penjualan dan distribusi berkurang dari Rp 675 miliar menjadi Rp 671,7 miliar, demikian juga beban gaji di segmen umum dan administrasi berkurang dari Rp 269,58 miliar menjadi Rp 265,52 miliar.
Perseroan memang melaporkan adanya pengurangan karyawan tetap sepanjang periode tersebut, dari awalnya sebanyak 16.968 orang sampai akhir 2019, menjadi hanya 16.075 orang sampai 30 September 2020. Namun, tak dijelaskan pengurangan karyawan tetap apakah dengan PHK atau mengundurkan diri secara sukarela.
Beban-beban operasional lainnya ada juga yang mengalami pengurangan, namun ada juga yang bertambah, sehingga total beban pokok penjualan perusahaan menjadi Rp 1,45 triliun dari Rp 1,87 triliun.
Di akhir laporannya, perusahaan tak memungkiri ikut terdampak dan mungkin akan terus terdampak oleh pandemi COVID-19.
"Dampak virus COVID-19 terhadap ekonomi global dan Indonesia berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Melemahkan daya beli pelanggan, dan kebijakan publik yang diberlakukan untuk menahan penyebaran COVID-19 mengakibatkan gangguan operasional, menyebabkan penurunan penjualan yang tidak diperkirakan sebelumnya," tulis laporan keuangan FAST kepada BEI.
Perseroan tak memungkiri dampak pandemi itulah yang membuat perusahaan mengalami pertumbuhan penjualan yang negatif untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2020 dan mengalami kerugian bersih sebagaimana diungkapkan dalam laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
"Menanggapi kondisi diatas, tindakan yang telah dan akan diambil oleh Manajemen diantaranya adalah pengurangan kegiatan pemasaran dan dukungan dana, promosi, pengurangan dan efisiensi biaya," tambahnya.
Tingginya tingkat ketidakpastian karena hasil yang tidak terduga dari wabah virus COVID-19 tersebut, membuat perusahaan sulit memperkirakan masa depan keuangannya.
"Saat ini tidak praktis untuk mengungkapkan sejauh mana dampak masa depan yang mungkin terjadi dari asumsi atau sumber ketidakpastian estimasi lainnya pada akhir periode pelaporan," imbuhnya.(dtf)