Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Harga biji kopi (green bean) arabika di tingkat petani di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, mulai membaik. Saat ini untuk kualitas super, harga komoditas pertanian andalan ini dibandrol Rp 18.000/kg. Naik tipis jika dibandingkan dengan harga sebelumnya di kisaran Rp 15.000- Rp 16.000/kg.
Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia, harga biji kopi di Tapanuli Utara anjlok hingga 100%. Anjloknya harga ditengarai akibat permintaan di pasar dunia menurun drastis. Sebelum pandemi merebak, utamanya dalam 7 bulan terakhir, harga bertahan normal di kisaran Rp 28.000-Rp 30.000. Bahkan pernah mencapai Rp 32.000/Kg.
Pihak PT SSC (Sumatera Specialty Coffees), salah satu perusahaan pengumpul biji kopi terbesar di Taput, menyampaikan naiknya harga biji kopi (green bean) di pasar dunia (ekspor), secara perlahan mulai ada peningkatan permintaan (suplly dan demand). Selain itu peningkatan permintaan juga dipengaruhi oleh gerai kedai kopi ternama semisal Starbucks, mulai membuka kembali usahanya di berbagai belahan dunia. Diketahui, PT SSC merupakan salah satu perusahaan pemasok biji kopi kepada gerai kedai kopi Starbucks asal Amerika itu.
Joko Prabowo, Manajer PT SSC yang beralamat di Jalan Raya Balige Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, mengatakan naiknya harga diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Sehingga diharapkan para petani dan kelompok tani yang menjadi mitra perusahaan bisa bergairah kembali. Menurutnya anjloknya harga selama ini tidak berarti mendatangkan untung bagi perusahaan yang dipimpinnya. "Harga anjlok bukan berarti kita mendapatkan untung. Justru kalau harga bagus, perusahaan lebih untung dan petani mitra kita juga untung dan lebih semangat," kata Joko Prabowo, ditemui Medanbisnisdaily.com di kantornya, Senin (19/4/2021).
Ia juga menjelaskan selama pandemi Covid-19 merebak, pihaknya sering kali harus menyiasati bagaimana agar kualitas biji kopi yang dikumpulkan dari petani tetap terjamin. Di satu sisi saat pintu ekspor terbatas bahkan sama sekali nihil sebagi dampak pandemi, pihaknya harus rela menyimpan biji kopi di gudang. Dibeberkanya masa penyimpanan biji kopi di dalam gudang (sebelum diekspor) tidak boleh lebih dari 6-7 bulan. Jika lebih otomatis akan mengurangi kualitas biji kopi dan secara otomatis kurang diminati pembeli (buyer) di pasar dunia. Meski diakuinya biji kopi asal Sumatera, termasuk Tapanuli masih menjadi primadona di pasar kopi internasional dan menempati urutan teratas dari segi harga.
"Kopi Sumatra, termasuk yang ditanam di daerah Tapanuli dan sekitarnya masih menjadi pilihan pertama di pasar internasional dan lebih mahal jika dibandingkan misalnya dengan kopi Brazil," urainya.
Dia juga berharap pandemi Covid-19 dapat segera teratasi sehingga geliat perekonomian petani kopi kembali bergairah. "Mudah-mudahan pandemi ini segera berakhir, pintu ekspor kembali terbuka dan para petani mitra kita dapat kembali terdongkrak ekonominya," pungkasnya.