Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sengkarut tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk pegawai KPK beralih status sebagai ASN dikhawatirkan berimbas pada penanganan kasus-kasus kakap di KPK. Salah satunya yaitu kasus dugaan korupsi penanganan COVID-19 yang di antaranya sudah diungkap dengan jeratan hukum bagi mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara.
Juliari sendiri tengah menjalani persidangan dengan dakwaan penerimaan suap totalnya Rp 32.482.000.000 terkait dengan penunjukan rekanan penyedia bansos COVID-19 di Kementerian Sosial (Kemensos). Lantas apa hubungan kasus ini dengan nasib pegawai KPK gara-gara TWK?
Seperti diketahui ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN karena tidak lulus TWK yang kontroversial. Para pegawai KPK itu di antaranya adalah Novel Baswedan dan sejumlah penyidik lain yang menangani kasus besar di KPK termasuk perkara korupsi pengadaan bansos dalam penanganan COVID-19.
Tersebut nama Kasatgas Penyidik perkara bansos COVID-19 itu adalah Andre Dedy Nainggolan dan Praswad. Padahal perkara ini sendiri tengah dalam pengembangan oleh KPK seperti disampaikan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri pada Jumat, 30 April 2021.
"Sebagaimana yang pernah kami sampaikan, bahwa saat ini terkait dengan pelaksanaan Bansos di Kemensos RI, KPK sedang menindaklanjuti dengan melakukan kegiatan penyelidikan dimaksud," kata Ali.
Di sisi lain KPK pernah melakukan kajian dalam kasus dugaan korupsi bansos COVID-19 yaitu pada 18 Agustus 2020 terkait Laporan Kinerja KPK Semester 1 Tahun 2020. Dalam kajian itu tampak bagan biaya penanganan COVID-19 yang nilainya Rp 659,20 triliun.
Tampak dalam bagan itu bila bansos Jabodetabek senilai Rp 6,80 triliun termasuk dalam bagian Pelindungan Sosial yang nilainya Rp 203,90 triliun. Selain Perlindungan Sosial, dalam bagan itu tampak ada sektor Kesehatan Rp 87,55 triliun; Insentif Usaha Rp 120,61 triliun; UMKM Rp 123,46 triliun; Pembiayaan Korporasi Rp 53,57 triliun; dan Sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda Rp 106,11 triliun.
"Dalam penanganan COVID-19 KPK juga mengidentifikasi sejumlah titik rawan korupsi. Empat di antaranya terkait pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ). Ada potensi terjadi kolusi, mark-up harga, kickback, konflik kepentingan dan kecurangan. Sehingga, Langkah pencegahan yang dilakukan KPK adalah dengan mengeluarkan SE Nomor 8 Tahun 2020 tanggal 2 April 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Barang/Jasa (PBJ) Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait Pencegahan Korupsi, sebagai rambu-rambu dan panduan bagi pelaksana," tulis KPK dalam siaran pers yang terbit pada 18 Agustus 2020 itu.
Setidaknya dalam SE Nomor 8 Tahun 2020 yang dikeluarkan KPK itu terdapat 8 wanti-wanti mengenai penanganan COVID-19. Apa saja?
1. Tidak melakukan persekongkolan atau kolusi dengan penyedia barang/jasa;
2. Tidak memperoleh kickback dari penyedia;
3. Tidak mengandung unsur penyuapan;
4. Tidak mengandung unsur gratifikasi;
5. Tidak mengandung unsur adanya benturan kepentingan dalam pengadaan;
6. Tidak mengandung unsur kecurangan dan/atau maladministrasi;
7. Tidak berniat jahat dengan memanfaatkan kondisi darurat; dan
8. Tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.
Untuk Juliari sendiri, KPK menjatuhkan sangkaan kala itu mengenai pengadaan bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek. Namun diketahui bila kasus ini melebar hingga ke luar wilayah itu. KPK pun masih mengembangkan penyelidikan.
Hanya saja dengan tidak jelasnya nasib 75 pegawai KPK termasuk penyidik yang menangani perkara ini, akankah kasus itu nantinya terhambat?.(dtc)