Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - London - Pemain sayap Tottenham Hotspur, Son Heung-min, menjadi target rasisme. Sebanyak 12 orang diperiksa Kepolisian terkait pelecehan itu.
Son menjadi korban rasisme usai Tottenham kalah 1-3 dari Manchester United dalam pertandingan Liga Inggris di Tottenham Hotspur Stadium, 11 April lalu. Pemain Korea Selatan itu mengalaminya di media sosial.
Awalnya, laporan datang dari pihak MU, dan kemudian meneruskannya ke kepolisian. Pihak berwenang lantas mengusut laporan itu.
Dan dilansir The Sun, sebanyak 8 orang ditangkap polisi dalam pengusutan kasus rasisme yang menimpa Son Heung-min. Semua terduga pelaku sudah dibebaskan tapi tetap dipantau, terkait dugaan pelecehan kepada bintang Tottenham Hotspur tersebut.
Sementara empat orang lainnya juga sempat diperiksa oleh polisi. Mereka dicurigai 'melontarkan kata-kata, perilaku, atau materi tertulis yang bermaksud membangkitkan kebencian rasial.'
Semua pelaku rata-rata berusia 20-32 tahun, dan tinggal di kawasan Dorset, Llanelli, Hartlepool, dan Cheshire. Adapun dari empat orang yang diperiksa, salah satunya berusia 63 tahun.
"Penyelidikan Kepolisian Metropolitan terkait perilaku rasis di dunia maya yang ditujukan kepada pesepakbola top di London, menghasilkan 12 orang ditangkap dan diperiksa di bawah pengawasan," tulis pernyataan kepolisian, terkait kasus rasisme terhadap Son Heung-min itu.
Penangkapan ini diapresiasi Kick It Out, organisasi yang bergerak untuk memerangi rasisme di sepakbola Inggris. CEO Tony Burnett mengingatkan, rasisme tidak akan bisa diterima di sepakbola.
"Kami senang melihat penangkapan ini dilakukan, yang mengirim pesan kuat bahwa pelecehan lewat dunia maya tidak bisa diterima dan mereka yang ketahuan melakukannya akan menerima konsekuensinya," kata Burnett.
"Media sosial menjadi kendaraan bagi sikap yang tak bisa diterima di tingkat masyarakat, dan orang-orang yang merasa tak bermasalah untuk mengirim pesan pelecehan."
"Kami harus memastikan bahwa kami menciptakan lingkungan di mana pelecehan online harus dihukum dan pelakunya diidentifikasi sebanyak mungkin," jelasnya.dtc