Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Selama kurun waktu 4 tahun terakhir (2017-2021) seluas 1.200 Ha Hutan Lindung di Kecamatan Sipangan Bolon, Simalungun, Sumatra Utara (Sumut) lenyap. Temuan itu berdasarkan hasil investigasi sejumlah NGO yakni Walhi Sumut, KSPPM, AMAN Tano Batak. Investigasi dilakukan merespon penyebab terjadinya banjir bandang di Parapat, 16-19 Mei 2021.
Total luasan kawasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sipangan Bolon, Parapat yang tadinya 7.026 Ha berdasarkan SK. 8088 Tahun 2018 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara menjadi menjadi 5826 Ha di tahun 2021. Banyak pihak khususnya perusahaan yang ikut andil penyebab hilangnya hutan lindung ini.
"Berdasarkan data spasial yang dilakukan tim investigasi, di garis bentang alam pebukitan Girsang Sipangan Bolon-Sitahoan, terdapat juga konsesi PT TPL yang turut memberi andil penurunan tutupan kawasan hutan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon ( peta terlampir). Walau tidak bersinggungan langsung dengan titik longsor di Parapat dan Bangun Dolok, tapi areal konsesi tersebut cuku berpengaruh terhadap ketidakseimbangan ekosistem di Kawasan Danau Toba," kata Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa (KSPPM) Delima Silalahi dalam rilisnya Selasa, (25/5/ 2021)
Dikatakan Delima bencana banjir bandang menjadi ancaman serius terhadap keberadaan masyarakat lokal dan wisata Kota Parapat serta beberapa perkampungan yang berdekatan dengan kawasan hutan Simarbalatak.
Pada tahun 1986 banjir bandang pernah melanda Parapat bahkan terparah menurut keterangan salah satu warga Bangun Dolok, bermarga Sinaga (50). Kemudian disusul pada Desember Tahun 2018, Januari tahun 2019, Juli tahun 2020 dan terakhir pada Mei tahun 2021.
"Secara historis telah terjadi empat (4) kali peristiwa bencana banjir dan longsor dalam kurung waktu 20 tahun di wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kota Parapat. Penyebab banjir bandang kota wisata Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun," kata Delima.
BACA JUGA: Ephorus HKBP: Banjir di Parapat Terkait Penebangan di Sitahoandan Kawasan Hutan Sibatuloting
Menyikapi banjir bandang Parapat, Kecamatan Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun itu, KSPPM, AMAN Tano Batak dan Walhi Sumatera Utara, mendesak:
1. Pemerintah pusat, provinsi dan daerah menjalankan amanat konstitusi/UUD 1945, khususnya pasal 28 H UUD 1945 butir (1) ,"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan"
2. Pemerintah pusat, provinsi dan daerah serius menjalankan mandate Undang-Undang Nomor. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim, yang mewajibakan Bangsa. Di mana, Indonesia memiliki target NDC (national determine contribution) mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai dengan 41% jika ada dukungan internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030. Perbaikan sektor kehutanan menjadi salah satu cara untuk pencapaian target NDC tersebut.
3. Komitmen pemerintah tersebut dilakukan dengan aksi nyata, melalui:
- Negara melalui KLHK mencabut Izin Konsesi Perusahaan HTI di kawasan Hutan wilayah kawasan Danau Toba, terkhusus Izin Konsesi HTI PT. Toba Pulp Lestari yang secara massif telah mengakibatkan kerusakan di hulu Kawasan Danau Toba, serta izin perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan di hulu dan di hilir Kawasan Danau Toba.
- Pemerintah pusat dan daerah merumuskan kebijakan pembangunan di Kawasan Danau Toba yang berpihak pada keberlangsungan ekosistem
- Pemerintah menetapkan wilayah rawan bencana di Kawasan Danau Toba sebagai aksi mitigasi bencana dan segera melakukan upaya komprehensif dalam pemulihan hutan di sekitarnya.
- Aparat kepolisian dan instansi terkait (kehutanan) menindak tegas perusahaan-perusahaan yang melakukan perusakan hutan di Kawasan Danau Toba.
-Pemerintah pusat, provinsi dan daerah melibatkan semua pihak termasuk masyarakat adat/lokal dalam pemulihan lingkungan di Kawasan Danau Toba.