Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sebagai masyarakat adat yang masih memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal Batak, warga Sihaporas, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, khususnya yang tergabung dalam Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) punya sejumlah ritus yang hingga kini masih dilakukan. Salah satunya ritus mombang boru sipitu sundut. Ritus ini digelar untuk memohon kesehatan dan menolak bala.
Dalam konteks sekarang, ritus ini pun digelar dengan tujuan agar warga Sihaporas terhindar dari Covid-19. Ritus ini pun telah berlangsung Selasa, 25 Mei 2021, yang dilaksanakan di Dusun Lumban Ambarita Sihaporas, Desa/Nagori Sihaporas, tepatnya di dekat gerbang masuk-keluar Desa/Nagori Sihaporas.
Hari itu, sejak sejak pagi masyarakat bersama-sama menyiapkan segala hal yang dibutuhkan dalam ritus. Ada yang menumbuk beras untuk menghasilkan tepung untuk selanjutnya diolah menjadi itak yang dicampur kelapa dan gula. Ada yang bertugas memotong seekor kambing putih, ayam jantan berwarna putih, merah dan lurik.
Dedaunan dari alam seperti daun sirih, daun pisang, bebungaan, bambu, jeruk purut, tebu serta buah-buahan. Lalu janur enau atau aren, diikatkan di pagar, seputar lokasi di tepi jalan masuk kampung. Wadah anyaman bambu berhias janur dan sirih sebagai perlengkapan doa, disematkan pada pilinan ijuk. Wadah itulah yang dinamai mombang yang kemudian dikerek ke ujung bambu, setinggi kurang lebih 5 meter.
Dua ibu tua, duduk di hadapan tetua adat. Keduanya, menjadi media hasoropan kesurupan atau trance, mirip kerauhan dalam budaya adat Bali. Mereka adalah Nai Noveana br Ambarita (72 tahun) medium untuk Raja Sisingamangaraja dan Ompu Rosna Br Bakkara hasoropan Ompu Mamontang Laut Ambarita.
“Mombang boru sipitu sundut ini merupakan ritual atau doa kepada Debata Mulajadi Nabolon, Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon kesehatan. Kami berdoa terutama agar terhindar dari penyakit virus Covid-19 yang sedang terjadi di seluruh dunia,” ujar tetua adat Lamtoras Sihaporas yang memimpin acara dan merangkap Wakil Ketua Umum Lamtoras, Mangitua Ambarita (65 tahun), Kamis (27/5/2021)
Mangitua yang seorang penganut Katolik ini menambahkan, tujuan lain ritual ini untuk memohon doa meminta keberhasilan bagi para pekerja serta kesuburan pertanian dan peternakan para petani.
“Mombang boru sipitu sundut ini adalah satu dari tujuh tradisi adat Batak yang diwariskan Ompung Mamontang Laut Ambarita di Sihaporas. Tradisi ini mirip dengan manganjab. Bedanya, mombang boru sipitu sundut dilaksanakan di harbangan (gerbang) masuk ke kampung, sedangkan manganjab diadakan di ladang,” kata Mangitua.
Dalam ritus itu, jelas Mangitua, mereka memanjatkan doa-doa kepada Debata Mulajadi Nabolon, Tuhan Yang Maha Kuasa, intinya agar diberikan kesehatan dan panjang umur. Jauh dari sial dan penyakit juga berhasil segala pertanian dan urusan. Ritus ini berakhir pukul 15.45 WIB.
Dikatakan Mangitua, masyarakat Sihaporas rutin menjalankan 7 tradisi Batak warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita. Pertama, patarias debata mulajadi nabolon, yaitu tradisi berupa pesta adat untuk memuliakan dan menyampaikan puji-pujian Debata Mulajadi Nabolon, Tuhan Yang Maha Esa. Ritual ditandai menyampaikan persembahan hewan kambing, dekke ihan atau ihan (ikan) Batak ayam kampung, serta rudang (bebungaan dan tumbuhan), yang diiringi musik tradisional berupa gondang Batak. Acara berlangsung tiga hari dua malam, diselenggarakan empat tahun sekali.
Kedua, raga-raga na bolak parsilaonan, yaitu doa permohonan dan persembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon melalui leluhur, yakni Ompu Mamontang Laut Ambarita. Ritual ditandai dengan persembahan yang diiringi musik tradisional berupa gondang Batak. Acara berlangsung dua hari satu malam, diselenggarakan empat tahun sekali. Pesta adat patarias debata mulajadi nabolon diselenggarakan berselang-seling dua tahun dengan raga-raga na bolak parsilaonan.
Ketiga, mombang boru sipitu sundut, yaitu doa permohonan kepada Debata Mulajadi Nabolon melalui leluhur, yakni Raja Uti alias Raja Nasumurung dan Raja Sisingamangaraja.
Keempat, manganjab yakni doa memohon kesuburan tanah dan keberhasilan pertanian, sekaligus tolak bala dari hama dan penyakit tanaman. Diselenggarakan di ladang/perhumaan setiap tahun, dulu, lazim saat boltok eme (padi bunting). Ritual berlangsung satu hari dan tanpa gondang.
Setelah manganjab, lanjut tradisi robujuma atau panjang bekerja ke ladang selama 3 hari, lanjut robu harangan (larangan bepergian ke hutan) selama 3 hari. Kemudian, hari ke-7 diselenggarakan manangsang robu, yaitu membatalkan atau mengakhiri masa pantang, dengan mengadakan ritual doa di hutan.
Kelima, ulaon habonaran yakni doa kepada Debata Mulajadi Nabolon melalui habonaran ni huta dan sampai pada Raja Sisingamangaraja.
Keenam, pangulu balang parorot ialah doa kepada Debata Mulajadi Nabolon, melalui penjaga kampung dan sahala hadatuaon.
Ketujuh, manjuluk suatu ritual doa kepada Debata Mulajadi Nabolon memohon perlindungan ata keberhasilan tanaman, melalui ritual di gubuk atau ladang. Diselenggarakan sesaat sebelum memulai bercocok tanam.
Tujuh ritus Batak Toba ini dilakukan Martua Boni Raja atau Ompu Mamontang Laut Ambarita sejak awal tahun 1800-an. Hingga saat ini, keturunannya mendiami Desa/Nagori Sihaporas, Kecamatan Pamartang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, tetap melanjutkan tradisi Ompu Mamontang Laut Ambarita.
Desa/nagori Sihaporas, terletak di kawasan Danau Toba, berjarak kurang lebih 7 kilometer dari tepi danau, garis lurus dari Dolokmauli, dekat Sipolha. Sihaporas berjarak sekitar 6 kilometer dari Jalan Raya Lintas Sumatera, tepatnya dari Simpang Aek Nauli - Sihaporas, sekitar 9 kilometer sebelum Kota Parapat dari arah Pematang Siantar.