Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI tidak kunjung memeriksa Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin berkaitan dengan pernyataan Dewan Pengawas KPK (Dewas KPK) yang menyebut adanya dugaan aliran uang senilai Rp 3,15 miliar dari Azis kepada penyidik KPK AKP Stephanus Robinn Pattuju. MKD DPR dinilai tidak berani memproses Azis Syamsuddin.
Hal itu diungkap oleh peneliti Fomappi, Lucius Karus, yang awalnya menyebut MKD kalah telak dari Dewas KPK terkait mejaga kehormatan lembaga masing-masing. Dia menyebut MKD seperti mobil bermesin keropos yang mencoba menjaga kehormatan DPR.
"MKD kalah telak dari Dewas KPK dalam menjaga kehormatan lembaga masing-masing dari perilaku tidak etis yang dilakukan oleh anggotanya. MKD seperti mobil dengan mesin yang sudah keropos dalam upaya menjaga kehormatan DPR dari perilaku menyimpang anggotanya," kata Lucius saat dihubungi, Rabu (2/6/2021).
Lucius lantas menyinggung terkait cara cepat KPK menangani persoalan Azis Syamsuddin sebagai langkah tepat untuk menghindari publik menghakimi KPK sebagai lembaga tak terhormat. Namun demikian, berbeda dengan KPK, MKD DPR justru membantu hancurnya marwah parlemen di hadapan publik.
"Di hadapan kecepatan Dewas KPK itu, kita melihat kondisi yang nyaris terbalik pada MKD DPR. Menangani kasus suap yang menghubungkan Azis Syamsuddin dari DPR dan Robin di KPK, MKD kalah jauh dari Dewas KPK. Jika Dewas terlihat peduli dan serius menjaga kehormatan KPK, maka sebaliknya dengan lambannya MKD bekerja untuk menyelidikki Azis, mereka terlihat justru sedang membantu kehancuran marwah parlemen oleh tindakan Azis dan juga oleh ketidakpedulian MKD," ucapnya.
Kemudian Lucius menyebut lambannya MKD DPR mengatasi persoalan sudah kerap terjadi lantaran DPR memang bermasalah dengan kecepatan bekerja. Namun demikian, menurutnya baru kali ini ada dua institusi etik lembaga yang berlomba-lomba menyelematkan marwah lembaganya masing-masing tapi MKD DPR tetap kalah dan gagal mengantisipasi itu.
"Kelambanan MKD ini memang bukan sesuatu yang mengagetkan. DPR secara umum memang punya masalah dengan kecepatan bekerja yang membuat kinerja mereka juga selalu buruk. Akan tetapi baru kali ini dua institusi etik dari dua lembaga berbeda yakni DPR dan KPK 'berlomba' menyelamatkan citra dan wibawa masing-masing dari tindakan tidak etis anggota mereka. Lomba ini sudah sepenuhnya dimenangkan oleh Dewas KPK. MKD kalah jauh, dan bahkan sudah di ambang kegagalan sebagai juru kunci menjaga kehormatan parlemen," ujarnya.
Lebih jauh, Lucius mengatakan kelambanan ini lantaran MKD DPR tidak berani memproses Azis Syamsuddin. Menurutnya ada beban solidaritas untuk saling menjaga antara sesama anggota parlemen yang menjadi landasan lambannya MKD DPR dalam bertindak.
"Sejak awal MKD terlihat enggan, tak berani untuk memproses Azis yang diduga terlibat kasus suap bersama dengan Robin. Jika anggota Dewas tanpa beban, MKD justru membuktikan bahwa para anggota punya beban untuk menyelidikki Azis. Beban itu bisa jadi karena sebagai sesama anggota parlemen, ada semacam solidaritas untuk saling menjaga, walau dalam urusan berbuat jahat. Solidaritas antar sesama anggota ini mungkin menjelaskan bahwa kejahatan itu sesuatu yang terjadi pada semua anggota DPR, sehingga menjadi tak elok memproses seseorang dan yang lainnya terus tersembunyi," ungkapnya.
Lucius pun menyayangkan MKD tetap lamban memproses Azis meski fakta temuan dewas sudah terang benderang disampaikan ke publik.
"Temuan Dewas yang menyebutkan uang Rp 3,15 miliar yang mengalir dari Azis ke Robin kian membuat dugaan keterlibatan Azis semakin terang benderang. Bantahan yang ia sampaikan ketika menjadi saksi dalam pemeriksaan terhadap Robin sama sekali tak membuatnya bisa lepas dari tuduhan keterlibatan beserta jumlah uang yang mengalir dari dirinya. Temuan cepat Dewas ini sesungguhnya bisa sangat membantu MKD jika mau melangkah cepat memeriksa Azis," imbuhnya.
Penyataan Dewas KPK soal Azis Syamsuddin
Sebelumnya diberitakan, keterangan soal Azis Syamsuddin ini dipaparkan Dewas KPK ketika membacakan pertimbangan ketika sidang putusan untuk AKP Robin, Senin (31/5/2021). Azis disebut memberi uang ke Robin terkait kasus Lampung Tengah.
Duit itu disebut diberikan Azis untuk memantau salah seorang saksi bernama Aliza Gunado. Duit tersebut dibagi-bagikan oleh Robin untuk pengacara bernama Maskur Husain yang turut jadi tersangka di kasus suap dari Syahrial.
"Dalam perkara Lampung tengah yang terkait dengan saudara Aliza Gunado, terperiksa menerima uang dari Azis Syamsuddin sejumlah Rp 3,15 miliar yang sebagian diserahkan kepada saksi Maskur Husain kurang-lebih sejumlah Rp 2,55 miliar dan terperiksa mendapat uang lebih sejumlah Rp 600 juta," ucap anggota Dewas KPK Albertina Ho.(dtc)